Tampilkan postingan dengan label ARTIKEL KIRIMAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ARTIKEL KIRIMAN. Tampilkan semua postingan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI PASCA PANEN : PERMEABILITAS DINDING SEL BUAH JERUK

KAMI DARI REDAKSI MENGUCAPKAN TERIMAKASIH ATAS KIRIMAN ATIKEL DARI 


MUH. AMIN YAHYA

LOGO UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR


POGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011





BAB I   
PENDAHULAUAN

1.1 Latar Belakang
Kehilangan air dari produk hortikultura saat berada pohon tidak masalah karena masih dapat digantikan atau diimbangi oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk telah dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk tidak dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian kehilangan substrat tidak dapat digantikan sehingga menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang telah dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut.
Hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah dipanen masih merupakan benda hidup. Benda  hidup disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metablisme. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami perubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut. Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran karbon dioksida (respirasi), serta penguapan uap air dari dalam produk tersebut yang dikenal sebagai transpirasi.
Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut berjalan lambat.
1.2 Tujuan Praktikum
       Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tentang Permeabilitas dinding sel buah jeruk.
1.3      Rumusan Masalah
       Mengindentifikasi bagaimana  besar tingkat permeabilitas  dinding yang terdapat pada buah jeruk ?


BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1      Komoditi Buah Jeruk
Buah jeruk umumnya digemari oleh masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Jeruk merupakan sumber vitamin C yang baik, mengandung 50 mg/100 ml sari buah, serta vitamin A dan protein (Lelly 2004). Sejauh ini ketersediaan buah jeruk di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan. Konsumsi buah jeruk pada tahun 2001 hanya 3,8 kg/kapita/tahun. Rendahnya konsumsi antara lain disebabkan oleh rendahnya produksi jeruk di Indonesia (Soeroto 2003). Permasalahan dalam agribisnis jeruk di Indonesia antara lain adalah serangan penyakit terutama citrus vein phloem degeneration (CVPD) yang disebabkan oleh bakteri Liberobacter asiaticum (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman 1999).
Jeruk merupakan tanaman asli (indigenous) dari benua Asia khususnya dari India sampai Cina. Banyak spesies jeruk yang telah dibudidayakan di daerah subtropik. Jeruk dan kerabatnya termasuk ke dalam famili Rutaceae yang meliputi banyak genera (Roy dan Goldschmidt 1996). Pada dasarnya, jeruk dapat dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan manfaatnya, yaitu: 1. Primitif, yang belum dimanfaatkan, 2. Kerabat dekat jeruk yang sebagian telah dimanfaatkan, dan 3. Jeruk yang sebenarnya, yaitu yang telah dimanfaatkan dan dibudidayakan. Jeruk mempunyai 6 genera yaitu: 1) Citrus, 2) Microcitrus, 3) Fortunella, 4) Poncirus, 5) Cymenia, dan 6) Eremocitrus. Semua genera tersebut mempunyai daun tunggal, kecuali Poncirus yang mempunyai daun majemuk (trifoliate)
2.2 PERMEABILITAS  DINDING SEL BUAH JERUK
      Sel tumbuhan dibatasi oleh dua lapis pembatas yang sangat berbeda komposisi dan strukturnya. Lapisan terluar adalah dinding sel yang tersusun atas selulosa, lignin, dan polisakarida lain. Dinding sel memberikan kekakuan dan memberi bentuk sel tumbuhan. Pada beberapa bagian, dinding sel tumbuhan terdapat lubang yang berfungsi sebagai saluran antara satu sel dengan sel lainnya. Lubang ini disebut plasmodesmata, berdiameter sekitar 60 nm, sehingga dapat dilalui oleh molekul dengan berat molekul sekitar 1000 Dalton. Lapisan dalam sel tumbuhan adalah membran sel.
Membran sel terdiri atas dua lapis molekul fosfolipid. Bagian ekor dengan asam lemak yang bersifat hidrofobik (non polar), kedua lapis molekul tersebut saling berorientasi kedalam, sedangkan bagian kepala bersifat hidrofilik (polar), mengarah ke lingkungan yang berair. Komponen protein terletak pada membran dengan posisi yang berbeda-beda. Beberapa protein terletak periferal, sedangkan yang lain tertanam integral dalam lapis ganda fosfolipid. Membran seperti ini juga terdapat pada berbagai organel di dalam sel, seperti vakuola, mitokondria, dan kloroplas.
      Komposisi lipid dan protein penyusun membran bervariasi, bergantung pada jenis dan fungsi membran itu sendiri. Namun demikian membran mempunyai ciri-ciri yang sama, yaitu bersifat selektif permeabel terhadap molekul-molekul. Air, gas, dan molekul kecil hidrofobik secara bebas dapat melewati membran secara difusi sederhana. Ion dan molekul polar yang tidak bermuatan harus dibantu oleh protein permease spesifik untuk dapat diangkut melalui membran dengan proses yang disebut difusi terbantu (fasilitated diffusion). Kedua cara pengangkutan ini disebut transpor pasif. Untuk mengangkut ion dan molekul dalam arah yang melawan gradien konsentrasi, suatu proses transpor aktif harus diterapkan. Dalam hal ini protein aktifnya memerlukan energi berupa ATP, ataupun juga digunakan cara couple lewat proses antiport dan symport.

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1  Waktu dan Tempat
             Praktikum Pellinan Buah dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 23 April 2011, pukul 03.00 WITA sampai selesai, di laboratorium I Budidaya  Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2  Alat dan Bahan
    Praktikum  Pelilinan buah yang digunakan  adalah timbangan, Cawan, gelas kimia, dan plstik.Sedangkan bahan yang digunakan adalah buah jeruk, air.
3.3 Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan pada praktikum kali ini adalah :
1.     Setelah buah dipanen, buah disortir dengan baik dengan kematangan yang seragam.
2.    kemudian buah dicuci dengan air bersih, dibersihkan dengan cara disikat untuk membuang segala kotoran yang menempel pada kulitnya dimana tentu proses ini akan menghilangkan lapisan lilin natural tersebut dan ditiriskan.  
3.    Buah jeruk dikupas lalu dibelah dengan irisan melintang setebal 1 cm. 
4.    Kemudian buah  ditimbang lalu direndam pada air di gelas kimia, selanjutnya ditimbang selama 15 menit samapi konstan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan,maka kita mendapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel : hasil pengamatan permeabilitas dinding sel
no
komoditi
Berat awal
Berat akhir (konstan)
1
 Buah jeruk
15 gram
17 gram
Sumber : Data primer tahun 2011
4.2 Pembahasan
            Pada percobaan Permeabilitas  terhadap dinding sel buah  jeruk pada perlakuan ini memilki berat awal 15 gram dan berat akhir 17 gram.   Maka dari itu  tingkat permeabiliasnya mencapai 0,2 %. Hal ini dikarenakan , kekuatan dinding sel ditunjang oleh ‘isi’ dari membrane sel. Semakin penuh isi dari sel tumbuhan, berarti semakin ‘padat’ sel tumbuhan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2011) yang menyatakan bahwa Padatnya isi sel (biasanya dipengaruhi air) akan menekan dinding sel dan hal inilah yang disebut tekanan turgor.
Dinding sel dan membrane sel dapat rusak oleh berbagai hal. Selain perlakuan kimia, perlakuan panas dan dingin juga mempengaruhi ‘rusak’nya sel. Rusaknya sel diketahui dengan banyak sedikitnya pigmen yang keluar. Jika dilihat dengan mata telanjang, pigmen tersebut akan memberikan kepekatan warna yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2011) Dengan spektrofotometer, kita dapat mengetahui ‘lebih pekat’ mana perlakuan yang kita lihat ‘sama pekat’ dengan mata telanjang.

BAB V
 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan permebilitas dinding sel yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1)    Permeabilitas  terhadap dinding sel buah  jeruk pada perlakuan ini memilki berat awal 15 gram dan berat akhir 17 gram.   Maka dari itu  tingkat permeabiliasnya mencapai 0,2 %.
2)   Kekuatan dinding sel ditunjang oleh ‘isi’ dari membrane sel. Semakin penuh isi dari sel tumbuhan, berarti semakin ‘padat’ sel tumbuhan tersebut. Padatnya isi sel (biasanya dipengaruhi air) akan menekan dinding sel dan hal inilah yang disebut tekanan turgor.
3)   Dinding sel dan membrane sel dapat rusak oleh berbagai hal. Selain perlakuan kimia, perlakuan panas dan dingin juga mempengaruhi ‘rusak’nya sel.
5.2 Saran                                   
            Sebaiknya pihak laboratorium menyediakan alat yang lebih banyak agar praktikan tidak antri dalam melakukan praktikum dan juga agar menyiapkan metode dan alat-alat yang lebih canggih.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/index.php/berita/56. (diakses pada taggal 30 April 2011)
Anonim. 2011. http://www.scribd.com/doc/15249569/Profil-komoditas-jeruk. (diakses pada taggal 30April 2011)
Cahyono, Bambang. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya jeruk. Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Harjadi, 1989.  Hortikultura. Andy Offset. Yogyakarta.
Roy dan Goldschmidt 1996. Cara Meningkatkan Budidaya Jeruk. Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Sunarjono,dkk 2005. Penanganan pasca Panen. Pustaka Jaya. Yogyakarta.

MENGARUNG ASA DITANAH BERLUMPUR


Tulisan/Artikel ini adalah kiriman dari saudara:

M. Yusdin*

*Adalah Pemilik Blog www.perskapolitani.blogspot.com

*Adalah Jurnalis pena biru UKM PERSKA POLITANI PANGKEP

Lihat juga tulisan beliau yang lain disini



Terik matahari kian mencekam kulit, teriakan ombak terus terdengar, tapi angin sepoi masih membelai wajah dengan manis dan lembut, pertanda hidup  selalu saja pada titik keseimbangan, sebuah titik dimana kaki dan jiwa bisa berpijak tenang,


Tubuh itu melepas energi, menyebarkannya ke tangkai dayung sampan  menampar-nampar ombak-ombak kecil, mendorong perahu mungil yang kelihatan terbuat dari kayu berumur tua dan mulai lapuk, dengan sebuah upaya menyerap asa hidup di ombak dan ditanah belumpur, untuk sebuah hidup yang sempurna.

Bangsa yang yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Indonesia dalam sejarah kemerdekaannya telah mencatat begitu banyak pahlawan yang mengabdikan hidupnya untuk bangsa ini, Dijaman sekarang ini telah begitu banyak putra-putri bangsa yang memiliki jiwa yang sama untuk mengabdikan hidupnya bagi Negara meski bukan peran kemerdekaan yang menjadi medianya melainkan peran kemerdekaan melawan kemiskinan, kebodohan dan ancaman perpecahan. Mereka inilah yang melanjutkan memelihara hati nurani bangsa yang besar ini (MTGW Metro TV). Begitu banyak pengorbanan yang dipersembahkan para pahlawan untuk Negara tercinta ini, begitu banyak tetesan keringat dan darah bercucuran hanya untuk mempertahankan hak kepemilikan sumberdaya alam yang kita miliki yang nantinya bisa dipergunakan serta dimanfaatkan anak cucu bangsa untuk kesejahteraannya.

Negara tercinta Indonesia merupakan Negara besar yang memiliki sumber daya alam yang begitu melimpah, tak terkecuali di daratan maupun  di lautan. Tidak ada sesosok pun yang bisa menyangkal hal yang demikian, akan kekayaan alam Negara ini. Tapi yang sangat memiriskan dan menyayat hati ketika melihat potret Warga Negara kita, yang bergelut dalam tangkai dayung sampan maupun warga Negara yang bergelut melawan terik matahari yang membakar kulit dalam dunia lumpur,  melawan alam, mencari sesuap nasi untuk orang yang menunggunya dalam pembaringan basah.

Sangat memperihatinkan dan begitu sangat membingungkan, Indonesia yang sebagian besar wilayahnya adalah daerah perairan yang begitu kaya akan sumber daya tapi penduduknya yang mengarungi hidupnya dan hidup kelurganya masih tertatih-tatih untuk mendapatkan apa yang diharapkan. Bergelut dalam obyektifitas sumber daya alam yang bisa digunakan untuk kesejahteraan tapi mengapa justru kemiskinan yang dirasakan sebagian besar orang-orang yang mengarungi hidup dalam dunia sumber daya yang begitu kaya tersebut.

Pengangguran orang-orang ilmuan dalam dunia perikanan begitu banyak yang tidak bisa mendayagunakan keahlian yang dimiliki untuk kehidupannya,meskipun notabenenya mereka memiliki keahlian lebih. Terlebih lagi dengan orang-orang yang kehidupannya dalam dunia perikanan  yang kurang memiliki pengetahuan serta pemahaman Modern dalam konteks mengelolah sumber daya perairan. Mereka hanya tahu bagaimana mendapatkan sesuap nasi untuk dirinya dan keluarganya tanpa peduli terjangan terik panas yang begitu menyengat dan mesti setiap harinya hanya menggali hidup dikubangan lumpur dengan bermodalkan sebuah Asa yang tersisa.

"Hidup tak mampu mati tak mau". Demikianlah istilah atau gambaran yang sering diberikan oleh orang untuk menggambarkan betapa miskinnya kehidupan nelayan. Menyebut profesi nelayan khususnya nelayan tradisional tak terkecuali dikabupaten pangkep, orang akan selalu menghubungkannya dengan kehidupan yang serba susah, hidup pas-pasan. Gambaran ini nampaknya sangat kontradiksi dengan potensi pesisir dan laut Indonesia yang begitu besar, laut Indonesia termasuk yang paling luas di dunia. Dengan keluasan, yang diperkirakan kurang lebih 5,8 juta kilometer dengan panjang garis pantai seluruhnya 80,790 kilometer atau 14 % panjang garis pantai di dunia, apalagi di kabupaten pangkep yang begitu panjang garis pantainya dan memiliki begitu banyak pulau yang kaya akan sumber daya perairan. Namun anehnya nelayan tetap hidupnya sangat memprihatinkan.

Dengan daerah kepulauan, tentunya jumlah masyarakat kabupaten pangkep sangat banyak yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi nelayan, tentu sebuah pertanyaan besar yang sebaiknya kita pecahkan sama-sama, mengapa kehidupan nelayan kita tetap serba pas-pasan bahkan mungkin boleh dikatakan miskin sedangkan potensi pesisir di kabupaten pangkep ini cukup besar…??? Dengan daerah kepulauan yang begitu kaya akan sumber daya, hal yang demikian tidak seharusnya terjadi. Ataukah memang para nelayan kita telah menelan pil takdir kemiskinan dari Tuhan, atau mungkin nelayan kita malas, atau sebuah kemungkinan pula nelayan kita hanya menggunakan teknologi yang begitu sederhana.

Para ahli berlomba-lomba menganalisis persoalan tentang kontradiksinya kekayaan laut dengan kehidupan nelayan di Indonesia pada umumnya, Diantaranya menyatakan bahwa kemiskinan nelayan disebabkanoleh akibat kekurangan modal, penggunaan teknologi yang rendah, terikat dengan daratan, tantangan alam yang besar, hubungan patron client di antara pelaku produksi, kebiasaan pembagian produksi, bantuan kredit yang relatif kecil dan lain sebagainya. Begitu banyak lagi analisis yang dikemukakan oleh berbagai kalangan ahli dengan menyaksikan kemiskinan yang dialami oleh nelayan.

Dengan analisis yang diberikan oleh berbagai kalangan ahli tersebut, apakah sudah menjawab kemiskinan yang dialami oleh nelayan, khususnya nelayan di kabupaten pangkajene dan kepulauan ini?

Berbicara mengenai kemiskinan nelayan, sebuah sumber menyatakan bahwa Kemiskinan yang dialami Oleh nelayan khususnya nelayan tradisional berada dalam tataran sistem pengelolaan negara secara menyeluruh dengan sistemnya yang otoriter dan refresif yang mempunyai hubungan atas pada tiga persoalan yaitu struktur pengelolaan pesisir dan laut, persoalan kebijakan pengelolaan pesisir dan laut, serta budaya pengelolaan pesisir dan laut yang dibangun oleh pemerintah sebelumnya. Salah satu contoh kekurang tepatan dari tataran system pengelolaan daerah pesisir oleh Negara adalah motorisasi dibidang teknologi penangkapan ikan seperti pemakaian alat tangkap trawl atau pukat harimau. Ketika itu pemerintah beranggapan dengan adanya motorisasi alat tangkap kepada nelayan tradisional, diharapkan kehidupan ekonominya meningkat. Tetapi apa yang terjadi kemudian? Trawl atau pukat harimau yang disalurkan melalui kredit oleh pemerintah ternyata lebih dikuasai oleh para tengkulak atau pemilik modal. Dan yang lebih memprihatinkan alat tangkap trawl ternyata mendorong terjadinya kerusakan ekosistem dasar laut, terjadi penangkapan ikan yang berlebihan, monopoli distribusi pemasaran hasil oleh para tengkulak dan sebagainya.

Sebuah keputusan memang sebaiknya perlu dipikirkan dan dipecahankan bersama agar miminimalisir golongan yang nantinya akan dirugikan dengan keputusan sepihak tersebut. Saat ini pemerintah mungkin sebaiknya memikirkan suatu konsep perubahan dibidang kelautan dan perikanan, yang tujuannya jelas yaitu untuk mengembalikan atau menempatkan kembali nelayan tradisional sebagai pelaku subjek yang bukan lagi sebagai obyek dibidang kelautan dan perikanan. Dan yang lebih penting adalah meningkatkan posisi tawar nelayan tradisional dalam rangka menjamin keberlangsungan kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga mereka tidak lagi menjadi kelompok masyarakat yang marginal.

Persoalan kemiskinan nelayan seharusnya tidak sekedar diletakkan pada persoalan ekonomi semata tapi perlu pula kita lihat dari sudut sudah sejauh mana saat ini pemerintah melangkah dan mengayungkan tangannya untuk menjawab persoalan pelik yang dialami nelayan. menengok dari pemaparan tersebut, perlu digarisbawahi bahwa nelayan tradisional di kabupaten pangkep, adalah bagian dari rakyat Indonesia yang juga berhak untuk menentukan keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara. Atas dasar itu, sebagai bagian dari rakyat maka sudah sepantasnya hak-hak nelayan tradisional dijamin dan dilindungi oleh negara maupun pemerintah.

PENCERAHAN DUNIA PENDIDIKAN BERNAMA KAMPUS

Tulisan/Artikel ini adalah kiriman dari saudara:

M. Yusdin*

*Adalah Pemilik Blog www.perskapolitani.blogspot.com

*Adalah Jurnalis pena biru UKM PERSKA




Sebuah Tulisan terinspirasi dari “kesalahan & kekurangan. Kesalahan & kekurangan yang wajar dilakukan oleh seorang mahasiswa pada sebuah perkuliahan rutin.”Mahasiswa diusir dari ruang kuliah”. Apa yang terjadi selanjutnya adalah mahasiswa tersebut hanya diam seribu bahasa hal yang tidak seharusnya dilakukan.Mau tidak mau atau suka tidak suka mahasiswa tersebut menurut seperti sapi karna menurutnya melawan ataupun membela bukanlah sebuah pilihan tepat yang harus dilakukan. (sangat disayangkan)
PENCERAHAN DUNIA PENDIDIKAN BERNAMA KAMPUS
KAMPUS
Hanya karena terlambat dari aturan yang telah ditetapkan oleh otoritas sang guru besar  atau hanya karena tidak memfoto kopi mata  kuliah dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, sang guru besar mengamuk dan mengeluarkan sang pencari ilmu dari ruang kuliah bagaikan seorang majikan yang marah terhadap pembantunya (budak). Sangat sulit ditebak penyebab ketersinggungan sang guru besar. Bagaimana bisa seorang pendidik yang lumrah dipandang bijak bisa melakukan sikap seperti itu? Bukankah “kesalahan & kekurangan” seperti itu lumrah dari seorang penimba ilmu ??? Sebagai insan akademik pengajar mungkin semestinya bisa menganggapnya sebagai sebuah celah untuk dicarikan perekat dan penutupnya,bukan malah sebaliknya mencari celah bagi lubang besar yang di hadapannya.
Sebuah cerminan sikap mutualisme akademisi bagi seorang mahasiswa !!! kisah singkat diatas adalah sebuah cermin. Sebuah cermin bahwa kurikulum pengajaran yang kita pergunakan memang patut dipertanyakan lebih dalam lagi ….. (insan pencari kebenaran bernama mahasiswa). Satu hal yang perlu terpahamkan selama menjadi mahasiswa adalah kita selalu hidup di sebuah jaman dimana berlaku polarisasi sosial yang sangat tegas antara insan penimba ilmu (mahasiswa) dan insan pengajar (dosen,pegawai,asisten,) antara si cerdas dan si kurang cerdas, antara anak keluarga dosen dan anak bukan siapa-siapa (mahasiswa rantauji). Itulah realitas sosial yang didapati di lingkungan akademik bernama kampus. Penilaian dosen sekarang banyak dibatasi dengan label intelektualitas yang kita sandang, IPK yang tinggi sampai warna-warni kulit dan kecerdasan yang memang sudah ditentukan oleh Tuhan. Jika Tuhan memang telah menciptakan manusia itu berbeda-beda, lalu kenapa kita sebagai pelajar dipaksa untuk sejajar,ingin semuanya disamakan sesuai dengan kehendak sang guru besar ????
Argumen yang sangat benar bahwa seorang pengajar memang mempunyai intelektualitas yang lebih dari mahasiswa. Tapi satu hal yang sering kita lupakan adalah intelektualitas itu sendiri merupakan buah dari kemampuan mengasah daya kerja pikiran. Sementara otak memiliki sifat memilih-milih, mengkategorikan serta mengobyeksikan sesuatu yang utuh menjadi bagian-bagian yang terhegemonik. Ini pula yang sering terjadi,apa memang intelektualitas yang dimilikinya seringkali melihat perbedaan serta kekuarangan pada orang lain ketimbang persamaan dan kelebihan ???? Dalam lingkungan akademik bernama kampus, disadari atau tidak, pikiranlah yang memisahkan kita dengan orang lain, meskipun pada hakikatnya kita sama. Otaklah yang merespon kita untuk bergaul dengan orang yang berintelektualitas yang sama dengan kita, otak pulalah yang memberi istilah si-pandai dan si-kurang pandai bahkan si-licik. Pikiran pulalah yang menghilangkan sifat kesahajaan sebagai insan intelektual.
Inilah kehidupan yang berlaku bagi kaum yang juga berpredikat intelektualitas bernama mahasiswa. Dosen seringkali dan ingin (sekali) dihargai berdasarkan atribut akademik yang mereka sandang. Dan karena itulah mereka merasa pantas memperlakukan yang lain dengan semena-mena. Lebih ironisnya lagi, hanya dengan atribut tersebut mereka  merasa paling bisa dan paling mampu, merasa harus dan wajib dituruti serta tidak wajar bila ada pendapat yang berbeda dengannya.
Mereka seorang guru besar, insan pengajar, haus akan penghargaan, Barangkali (benar) mereka memang telah banyak membaca buku-buku orang hebat dalam sejarah, berupa karya intelektualitas Nur Cholis Majid sampai karya sufistik Ibnu Al-Rabi atau karya monumental dari mistikus kontemporer selevel Khalil Gibran dan karya filosofis sehebat Nietzhe, serta buku-buku berat seperti Charles Darwin dengan teori evoluisinya yang fenomenal.
Lihatlah dalam diri kita masing-masing, apakah dengan belajar ilmu, beragam konsep dan teori serta menghapal rumus-rumus perhitungan matematis disertai dengan gelar kesarjanaan membuat kita semakin sadar atau justru ego kita yang muncul ???? Kalau benar demikian, itu artinya hanya peniruan buah pikiran orang lain tanpa adanya transformasi dalam diri. Lalu apa yang bisa diajarkan kepada mahasiswa yang dibimbing ???? Begitu banyak guru besar dan sarjana bergelar sarjana,Master & doctor yang bisa kita temui di dunia akademik intelektual bernama kampus. Sayangnya, seringkali hanya datang untuk memperkuat ego,masih kenal sistem kekerabatan dalam banyak hal, masih melepas tanggung jawabnya sebagai pengajar hanya dengan selembar fotocopy yang berdebu.
Banyaknya Muncul dosen fotocopy,dosen pemindah jadwal serta iklim belajar-mengajar kelas yang tidak kondusif adalah penyebab hilangnya minat berkompetensi mahasiswa,dan timbulnya sifat kekakuan pada mahasiswa.Ada dosen yang hanya mengajar 1-3 kali selama masa perkuliahan dan setelahnya mengeluarkan nilai yang bervariasi sesuai dengan kehendak pribadi.
Menciptakan dunia akademik yang bernama kampus adalah tanggung jawab kita bersama,tanggung jawab semua pihak yang terlibat. Mahasiswa sebagai insan pembelajar, & dosen sebagai pengajar. Hanya saja kaum pengajarlah yang harus memulainya. Kalau bukan mereka siapa lagi? Bukankah mereka lebih intelek dari mahasiswa ?????
Nietzhe Sang filosof nyentrik ini pernah berkata bahwa satu-satunya hal yang menghalangi manusia untuk maju dan melangkah kedepan  adalah “Tuhan”, jadi, kalau kita mau menjadi manusia yang sesungguhnya, maka kita terlebih dahulu harus membunuh tuhan-tuhan (orang berlagak kayak tuhan) tersebut. Dan tuhan-tuhan itu adalah hal-hal yang menghalangi kita untuk menemukan jati diri, yang bisa saja berbentuk kurikulum yang kaku, dosen fotocopy,dosen pemindah jadwal,atau dosen pelepas tanggung jawab dengan hanya secarik kertas berdebu atau mereka-mereka yang merasa egois dan ingin sekali dihargai karena strata intelektual yang sedikit lebih dari orang kebanyakan.
Kata kuncinya hanya sebuah kata sederhana: MENYENANGKAN, dan inilah yang tidak bisa kebanyakan mahasiswa peroleh di dunia akademik bernama kampus.
 
© Bosan Kuliah All Rights Reserved