Tampilkan postingan dengan label ILMU KOMUNIKASI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ILMU KOMUNIKASI. Tampilkan semua postingan

PENGEMASAN INFORMASI


sebuah usaha mendekatkan SumberInformasi pada pengguna Perpustakaan
Oleh: Arif Surachman


PENGERTIAN

Secara umum sebetulnya konsep pengemasan informasi masih belum jelas, namun dari berbagai diskusi yang pernah dilakukan berikut beberapa pengertian pengemasan informasi.
a.       Menurut Alan Bunch, 1984 (dalam Stilwell, 2004) menggambarkan pengemasan informasi sebagai sebuah pendekatan untuk membantu diri sendiri, menekankan pada permasalahan bahwa layanan informasi adalah memilih informasi yang sesuai, dan memproses ulang informasi tersebut dalam sebuah bentuk yang benar-benar dapat dipahami, mengemas informasi, dan merancang semua bahan ini dalam sebuah media yang tepat bagi pengguna, sehingga mengkombinasikan dua konsep yang melekat dalam istilah pengemasan (yakni memproses ulang dan mengemas).
b.      Menurut Webster’s New World College Dictionary, 1995 menyatakan bahwa “repackaging is to package again in or as in a better or more attractive package.” Jadi dapat dikatakan bahwa pengemasan merupakan sebuah usaha mengemas kembali ke dalam bentuk yang lebih baik dan menarik.

LATAR BELAKANG MASALAH


Melihat pengertian di atas sebetulnya dapat kita lihat bahwa pengemasan informasi adalah sebuah proses untuk mengolah kembali informasi yang ada sehingga mampu ditampilkan ke dalam kemasan yang lebih baik dan siap pakai bagi pengguna dan pencari informasi.  Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, mengapa pengemasan informasi ini penting bagi sebuah layanan perpustakaan terutama bagi pengguna agar lebih “dekat” dengan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan? Ada beberapa permasalahan yang dapat dijadikan dasar mengapa pengemasan informasi ini penting:
Informasi
1.            Banjir Informasi. Banyaknya informasi yang ada dari berbagai sumber informasi baik tercetak, non cetak, maupun digital membuat “kebingungan” tersendiri bagi pengguna untuk mendapatkan informasi “terbaik” dan sesuai dengan kebutuhannya. Banyaknya informasi seringkali menjadikan pengguna dihadapkan pada informasi yang tidak sesuai, kandungan informasinya kurang tepat, tidak relevan sampai informasi “aspal”, asli tapi palsu yang tidak dapat dipercaya. Untuk itu perlu sebuah tindakan dari perpustakaan untuk mengantisipasi apa yang biasa disebut sebagai “banjir informasi”. Pengemasan informasi yang menghasilkan produk terseleksi adalah salah satu jawabannya.
2.            Kebutuhan Pemakai Informasi. Seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang begitu cepat, maka kebutuhan pemakai informasi juga semakin meningkat, yakni kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat dan mudah. Perpustakaan sebagai institusi yang bertanggungjawab kepada transfer informasi ini juga harus dapat melihat fenomena pergeseran orientasi kebutuhan pengguna akan informasi ini, untuk itu perlu dilakukan inovasi berbasis kebutuhan pemakai informasi ini. Pengemasan informasi adalah salah satu bentuk yang dapat dipakai oleh perpustakaan sebagai bentuk inovasi menjawab kebutuhan pemakai informasi ini.
3.            Kebutuhan Peningkatan Layanan Perpustakaan. Perpustakaan sebagai pusat sumber informasi sudah semestinya dapat meningkatkan pelayanan dari waktu ke waktu, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan tuntutan penggunanya. Perpustakaan yang tidak “mau” meningkatkan dan menyesuaikan layanannya dengan perkembangan global di dunia tentunya akan ditinggalkan oleh penggunanya. Peningkatan layanan perpustakaan ini harus didukung berbagai aspek termasuk kemasan dari informasi yang ingin ditampilkan dan disajikan kepada penggunanya. Untuk itu pengemasan informasi menjadi penting agar pengguna dapat merasakan sebuah peningkatan yang signifikan dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada saat ini.
4.            Orientasi Ekonomis. Informasi yang tak terbentung dan terus bertambah akan menyebabkan perpustakaan menjadi “gudang” informasi yang apabila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan pengeluaran biaya yang tidak sedikit.  Penggunapun akan semakin sulit menemukan informasi yang tepat dan uptodate. Untuk itu perlu diambil langkah penghematan (biaya, ruang dan tenaga) diantaranya dapat dilakukan melalui pengemasan informasi. Secara ekonomis, hasil kemas informasi merupakan produk yang sangat mungkin untuk dijual kepada khalayak umum dengan segmentasi tertentu, sehingga membuka peluang usaha bagi perpustakaan. Selain itu pengguna akan menghemat banyak waktu, tenaga dan biaya untuk sekedar mendapatkan informasi yang sesuai, mudah, cepat dan tepat.
Keempat permasalahan di atas terkait satu dengan lainnya sehingga tidak dapat dipisahkan. Satu dengan lainnya akan membawa kepada sebuah sinergitas dalam menentukan arah dan langkah dalam penyajian informasi yang lebih baik demi kepentingan bersama. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk penyajian informasi seperti apa yang layak dilayankan saat ini di perpustakaan. Kemasan informasi sendiri harus dapat memberikan nilai lebih bagi informasi itu sendiri. Informasi dikatakan mempunyai nilai (menurut Djatin) apabila diukur dari:
·         Mampu menurunkan biaya penelitian, pengembangan dan pelaksanaan
·         Menghemat waktu, sehingga implementasi dan inovasi bisa lebih cepat
·         Membuat kebijakan lebih efektif
·         Mendukung ke arah pencapaian tujuan/sasaran strategis organisasi
·         Mengatasi Ke-ketidaktahuan
·         Memuaskan manajemen dan pemakai

BENTUK PENGEMASAN INFORMASI

Berdasarkan analisa ketiga hal dalam permasalahan di atas maka selanjutnya perpustakaan dapat menentukan sejauh mana bentuk kemasan informasi tersebut harus diwujudkan. Berikut adalah beberapa contoh bentuk kemasan informasi yang ada sampai saat ini dan relevan digunakan bagi pengguna perpustakaan.
·         Publikasi Cetak.
      Pengemasan informasi biasanya dapat juga diwujudkan dalam bentuk publikasi cetak seperti Brosur, Newsletter, Prosiding, Indeks Majalah, Indeks Artikel, Kumpulan Artikel Terpilih, Bibliografi, dan bentuk publikasi terseleksi lainnya. Kemasan dalam bentuk publikasi cetak ini akan sangat membantu pengguna dalam menemukan informasi tercetak yang terpilih sesuai dengan bidang kajian dan kebutuhannya. Sehingga pengguna tidak perlu “membuang” waktu untuk menelusur satu demi satu kebutuhan informasinya dalam “belantara” informasi di perpustakaan.
·         Media  Audio-Visual.
      Informasi juga dapat dikemas dalam bentuk Audio-Visual seperti dalam bentuk Audio-Video Cassette, CD- Interaktif, VCD, DVD, dan bentuk lainnya. Kemasan informasi ini merupakan kemasan yang menarik karena akan mengajak pengguna menggunakan informasi dalam bentuk gambar dan suara.
·         Pangkalan Data Lokal. 
      Kemasan informasi juga dapat diwujudkan dalam pangkalan data (database) lokal. Sekitar 2 tahun yang lalu, konsep pangkalan data lokal ini banyak digunakan di Indonesia, terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi ilmiah bagi para pengguna melalui semacam server lokal, baik yang berupa file maupun CD-ROM. Contohnya adalah CD Database ERIC, CD Database Medline, CD-Database Agricola, dan sebagainya.
·         Pangkalan Data Online. 
      Saat ini di Indonesia pangkalan data Online sedang mengalami perkembangan yang cukup baik, baik dengan “membeli” kemasan yang sudah jadi, mengambil dari sumber-sumber gratis maupun membangun sendiri. Kemasan informasi dalam bentuk ini telah memberikan kesempatan akses informasi secara lebih luas tidak terbatas dalam perpustakaan. Hal ini berkat kemajuan teknologi internet yang mau tidak mau harus diikuti oleh perpustakaan dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi pada penggunanya. Contoh beberapa kemasan informasi siap pakai dalam bentuk pangkalan data online yang diproduksi antara lain EBSCOHost, ProQuest, ScienceDirect, IEEE Database, JSTOR dan lain sebagainya.
TAHAPAN PENGEMASAN INFORMASI
Keputusan sebuah perpustakaan untuk melakukan dan menggunakan kemasan informasi harus diikuti dengan mempersiapkan langkah-langkah yang tepat agar tidak terjadi kesia-siaan. Beberapa langkah yang secara umum dilakukan oleh perpustakaan dalam rangka pengemasan informasi adalah:
1.      Orientasi kebutuhan dan tuntutan pemakai/pengguna informasi di perpustakaan
2.      Seleksi dan Penetapan Topik informasi yang akan dikemas. Penetapan dan seleksi ini biasanya akan melibatkan ide-ide dan masukan dari staf ahli, produsen produk kemasan informasi, konsumen produk & jasa informasi, karyawan, dan manajemen puncak.
3.      Menentukan bentuk kemasan informasi
4.      Penetapan strategi pencarian informasi yang akan dikemas
5.      Penetapan lokasi informasi dan cara mengaksesnya
6.      Pengolahan informasi, mengevaluasi, dan mensitir informasi
7.      Mengemas informasi dalam bentuk yang telah ditetapkan
8.      Mengevaluasi produk yang dikeluarkan dan proses pembuatannya
Pada kasus penentuan kemasan informasi dalam bentuk non cetak terutama pangkalan data sering kali tidak semua langkah di atas dilakukan. Hal ini dikarenakan produk dalam bentuk pangkalan data sering kali merupakan produk kemasan informasi yang siap pakai, karena prosedur seleksi informasi dan proses pengolahan hingga menjadi produk sudah dilakukan oleh produsen. Pada kasus ini posisi perpustakaan adalah sebagai user selector dan user evaluator saja.

DAMPAK EKONOMIS PENGEMASAN INFORMASI

Pengemasan informasi merupakan bagian dari sebuah usaha ekonomis dari perpustakaan atau penyedia informasi yang juga akan membawa dampak ekonomis bagi perpustakaan /penyedia informasi dan juga masyarakat/pengguna yang memanfaatkannya. Beberapa dampak ekonomis dari adanya pengemasan informasi diantaranya adalah:
1.      Perpustakaan mampu menyediakan kemasan-kemasan informasi yang siap pakai yang dapat dijual kepada masyarakat/pengguna dengan segmentasi yang telah ditentukan, misal informasi bidang kedokteran yang terkemas akan sangat berguna bagi para praktisi dan pemerhati di bidang kedokteran.
2.      Banjir informasi yang terus menerus apabila tidak ditangani oleh perpustakaan akan membawa dampak pada pembengkakan cost perawatan dan pengelolaan, sehingga apabila dibandingkan dengan biaya yang dihasilkan dari pemanfaatan informasi akan sangat tidak signifikan. Dengan pengemasan informasi maka perpustakaan dapat menekan biaya (cost) bagi perawatan dan pengelolaan, sekaligus dapat memanfaatkan hasilnya sebagai bentuk layanan  “penjualan informasi” di perpustakaan kepada pengguna yang membutuhkan.
3.      Bagi pengguna, adanya kemasan informasi ini akan memotong biaya dan juga waktu yang dibutuhkan oleh pengguna dalam mencari, memilih, dan memperoleh informasi yang dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan pengguna dengan mudah mendapatkan kemasan informasi yang siap pakai dan disediakan oleh perpustakaan secara mudah, cepat, tepat dan hemat waktu. Misalnya, untuk mendapatkan informasi tertentu di perpustakaan, pengguna cukup mengakses database perpustakaan melalui internet yang menyediakan berbagai koleksi digital hasil kemas informasi di berbagai bidang.
4.      Pengemasan informasi ini merupakan peluang komoditas bagi perpustakaan yang berpotensi sebagai bidang usaha informasi di perpustakaan yang akan mampu menghasilkan pemasukan. Hal ini tentunya akan membantu melepaskan image perpustakaan sebagai “cost institution” menjadi “benefit institution”. Artinya perpustakaan tidak lagi dianggap sebagai lembaga yang hanya “menyedot” biaya dan punya ketergantungan terhadap biaya, menjadi perpustakaan yang mampu memberikan keuntungan dan membiayai kegiatannnya sendiri. Misalnya perpustakaan mengeluarkan produk kumpulan artikel dalam bidang X yang dikemas baik menggunakan media digital (CD, Disket, etc) maupun cetak yang dapat dipasarkan (dijual) kepada pengguna dengan segmentasi tertentu (sesuai dengan bidang X tersebut).  Contoh: Perpustakaan Fakultas Kedokteran mengeluarkan produk “Kumpulan Artikel Bidang Kedokteran khusus masalah Flu Burung” yang dapat dijual kepada dokter maupun masyarakat umum yang “konsen” terhadap permasahan flu burung ini.

PENUTUP

Pengemasan informasi ini merupakan usaha dari sebuah perpustakaan atau pusat informasi untuk mendekatkan pengguna kepada sumber-sumber informasi yang relevan, akurat, mudah dan terakses secara cepat. Namun informasi yang terkemas ini tidak akan dapat dimanfaatkan secara maksimal apabila tidak didukung oleh peran tenaga perpustakaan atau pustakawan dalam mensosialisasikan dan juga melakukan pendidikan pemakai perpustakaan. Intinya adalah proses pengemasan informasi tidak selesai begitu saja sampai pada produk terkemas dihasilkan. Akan tetapi juga pada pencapaian tujuan pengemasan informasi tersebut, yakni memberikan informasi yang lebih baik dan menarik bagi pengguna perpustakaan. Jadi perpustakaan akan selalu mempunyai tanggung jawab dan pekerjaan rumah yang besar bagi proses tranformasi informasi yang relevan dan sesuai tuntutan penggunanya dari waktu ke waktu.
Di sisi lain, pengemasan informasi akan membawa dampak ekonomis yang cukup signifikan baik bagi perpustakaan maupun pengguna. Bahkan saat ini dapat dikatakan bahwa produk hasil kemas informasi merupakan komoditas yang dapat dijadikan alternatif usaha bagi perpustakaan, sehingga informasi tidak berhenti sebagai hal yang akan “menguras” biaya perawatan dan pengelolaan, tetapi juga dapat menjadi sumber pendapatan/pemasukan bagi perpustakaan. Penggunapun akan semakin mudah, hemat waktu dan hemat biaya dalam memperoleh informasi yang “instant” dan segera dibutuhkan oleh mereka. Jadi tunggu apa lagi? Kini saatnya anda hadir dalam “bisnis informasi” di era globalisasi informasi.

Bibliografi

Djatin, Jusni., dan Hartinah, Sri. (-). Pengemasan dan Pemasaran Informasi: Pengalaman PDII-LIPI. Jakarta: PDII-LIPI : www.consal.org.sg/webupload/forums/attachments/2277.doc diakses tanggal 20 September 2006.
Limb, Peter. (2004). Digital Dilemmas and Solutions. Oxford: Chandos Publishing.
Neufeldt, Victoria., and Guralnik, David B. (ed). (1995). Webster’s New World College Dictionary. Ohio:  Macmillan General Reference.
Stilwell, Christine. (2004). Repackaging information: a review. www.hs.unp.ac.za/infs/kiad/04stilw.doc. Diakses tanggal 20 September 2006.
Webb, Sylvia P., dan Winterton, Jules. (2003). Fee-Based Services in Library and Information Centres. Second edition. London: Europe Publications Limited.

PERANAN BIROKRASI DALAM MENYEDIAKAN PELAYANAN PUBLIK

Jika berbicara tentang pelayanan publik, maka kita akan dihadapkan pada posisi dan peran birokrasi. Birokrasi yang tentu memiliki peran dan wewenang yang signifikan dalam pemerintahan, karena sebagai salah satu pengelola keuangan negara. Birokrasi pemerintah tentu berbeda dengan birokrasi swasta, dimana birokrasi swasta lebih berorientasi pada benefit profit (perolehan keuntungan) sedangkan birokrasi pemerintahan memiliki fungsi pemberian pelayanan kepada masyarakat. Apalagi di era otonomi daerah seperti ini yang mengharuskan masing-masing daerah untuk mengelola segala urusannya sendiri dan tidak tergantung kepada pemerintah pusat. UU No. 32 tahun 2004 mengisyaratkan hal tersebut sehingga segala urusan di daerah dapat dikelola dengan baik tak terkecuali masalah pelayanan publik. Pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintahan harus jeli terhadap kualitas pelayanan publik yang dilakukannya terhadap masyarakat di daerahnya. Pelayanan publik sampai saat ini masih banyak kekurangan, terutama pada posisi dan peran birokrasi yang belum profesional dan independen, karena netralitas birokrasi kurang terjaga.
Peran birokrasi sebagai pelayan publik belum dipahami secara benar, akibatnya politisasi birokrasi sangat banyak pada era reformasi saat ini. Birokrasi masih belum efisien, yang antara lain ditandai dengan adanya tumpang tindih kegiatan antar instansi dan masih banyak fungsi-fungsi yang sudah seharusnya dapat diserahkan kepada masyarakat masih ditangani pemerintah. Dengan makin besarnya peran yang dijalankan oleh masyarakat, maka seharusnya peran birokrasi lebih cenderung sebagai agen pembaharuan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, fungsi pengaturan dan pengendalian yang dilakukan oleh negara adalah perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang berfungsi sebagai motivator dan fasilitator guna tercapainya swakarsa dan swadaya masyarakat termasuk dunia usaha.
Peran lain yang seharusnya dijalankan oleh birokrasi adalah sebagai consensus building, yaitu membangun pemufakatan antara negara, sektor swasta dan masyarakat. Peran ini harus dijalankan oleh birokrasi mengingat fungsinya sebagai agen pembaharuan dan fasilitator. Sebagai agen perubahan, birokrasi harus mengambil inisiatif dan memelopori suatu kebijakan atau tindakan. Sedangkan sebagai fasilitator, birokrasi harus dapat memfasilitasi kepentingan-kepentingan yang muncul dari masyarakat, sektor swasta maupun kepentingan negara. 

PENGELOMPOKAN JENIS PELAYANAN PUBLIK

Pengelompokan jenis pelayanan publik didasarkan pada ciri-ciri dan sifat kegiatan dalam proses pelayanan serta produk pelayanan yang dihasilkan, dapat dibedakan menjadi: (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003)
1.    Jenis Pelayanan Administratif, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya, sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan tertulis dan lain-lainnya.
Contoh jenis pelayanan ini adalah : pelayanan sertifikat tanah, pelayanan IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, NTCR, akta kelahiran/kematian).
2.    Jenis Pelayanan Barang, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit atau sebagai individual) dalam satu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda (berwujud fisik) atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penerimanya.
Contoh jenis pelayanan ini adalah : pelayanan listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon.
3.    Jenis Pelayanan Jasa, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa penyediaan sarana dan prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian tertentu dan pasti, produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu.
Contoh jenis pelayanan ini adalah : pelayanan angkutan darat, laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan, pelayanan pos dan pelayanan pemadaman kebakaran.
4.   Jenis Pelayanan Regulatif,  yaitu pelayanan melalui penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan, maupun kebijakan publik yang mengatur sendi-sendi kehidupan masyarakat.

PENGERTIAN PELAYANAN PUBLIK

“Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003)
Pelayanan publik dapat juga diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya, pemerintah adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). 
INDONESIAN PUBLIC SERVICE


Oleh karena itu, birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Unsur-Unsur Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
Berdasarkan berdasarkan Keputusan Menpan  Nomor 63 Tahun 2003 bahwa di dalam memberikan pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum harus jelas dan di ketahui sacara pasti oleh masing-masing.
2.      Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektifitas.
3.      Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar memberi keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
4.      Apabila pelayanan umum yang oleh instansi pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
A.      Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dipahami dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
B.      Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
C.      Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan publik dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
D.     Partisipatif
Mendorong peran serta msayarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
E.      Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi .
F.       Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Prinsip Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
A.      Kesederhanaan
Proseduran pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
B.      Kejelasan
1.      Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik
2.      Unit kerja/pejabat yang berwenang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik
3.      Rincian biaya pelayanan publik tata cara pembayaran
C.      Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
D.     Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah
E.      Keamanan
Proses dan produk  pelayanan publik rasa aman dengan kepastian hukum.
F.       Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk  bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
G.     Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang termasuk penyediaan sarana teknologi  telekomunikasi dan informatika.
H.     Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi dan informatika.
I.        Kedislipinan, Kesopanan, Dan Keramahan
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan disiplin,sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan ikhlas.
J.        Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.

Standar Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
1.      Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan.
2.      Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan.
3.      Biaya Pelayanan
Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
4.      Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
5.      Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggara pelayan publik.
6.      Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
Petugas pemberi pelayanan harus memiliki pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

PENGERTIAN BIROKRASI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Berbagai tokoh pun menumpahkan pemikirannya tentang pengertian birokrasi. Berikut ini adalah beberapa pengetian birokrasi dari sejumlah tokoh :

· Bintoro Tjokroamidjoyo
Birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah (Tjokroamidjoyo, Bintoro : 1998).
Buku Reformasi Birokrasi
http://kuliahitukeren.blogspot.com/
· Soerjono Soekamto (mengutip Weber)
Birokrasi merupakan suatu organisasi yang dimaksud untuk mengerahkan tenaga dengan teratur dan terus menerus, untuk mencapaii suatu tujuan tertentu (Soekamto, Soerjono : 1982).

Max Weber menggambarkan birokrasi sebagai suatu organisasi yang memiliki beberapa karakteristik yang dirangkum oleh Martin Albrow ke dalam empat ciri utama, yaitu :

Adanya suatu struktur hirarki, termasuk pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi.
Adanya serangkaian posisi-posisi jabatan, yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang tegas.
Adanya-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formal yang mengatur tata kerja organisasi dan tingkah laku para anggotanya.
Adanya personel yang secara teknis memenuhi syarta yang dipekerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan.

Hubungan birokrasi dengan masyarakat Indonesia :

Birokrasi pemerintahan umum
Birokrasi yang berkenaan dengan fungsi-fungsi dasar pemerintahan dan keamanan, hukum dan ketertiban, perpajakan, dan intelejen. Birokrasi menjalankan fungsi dan peranan mereka dengan oreintasi pengaturan (regulative orientations) yang cukup ketat, luas, dan efektif.


Birokrasi pembangunan
Birokrasi menjalankan fungsi dan peranan untuk mendorong perubahan dan pertumbuhan dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Pada hakikatnya, birokrasi diharapkan mampu berperan dalam aspek pengaturan dan pelayanan secara bersamaan.

Birokrasi pelayanan
Birokrasi yang menjalankan peranan pelayanan secara langsung kepada masyarakat

LANGKAH LANGKAH METODE ILMIAH

1. Langkah – langkah Metode Ilmiah dan Analisis Data Kualitatif
1.1 Pengantar
    • Seringkali dalam percakapan sehari-hari muncul perkataan ‘ini ilmiah’ lho! Atau, dalam perbincangan baik resmi dalam suatu forum maupun tidak resmi seperti obrolan di warung kopi, perkataan atau argumentasi untuk menyakinkan pendengarnya acapkali terlontar kata-kata ‘ini ilmiah’ atau ‘akademis’ lho!.
    • Boleh jadi pendengarnya, dibuat terkesima lalu tidak mau melakukan perlawanan kata-kata lagi, alias perdebatan menjadi selesai tanpa satu pun yang dipuaskan. Lalu apa sebenarnya dengan perkataan ilmiah atau akademis itu. Konon, perkataan ilmiah atau sering disandingkan lagi dengan perkataan akademis itu, meski penggunaan kata yang salah untuk kata yang terakhir itu, menjadi kelaziman perkataan yang seringkali dipakai para profesor yang memang tanpa menyebut kata-kata ilmiah pun sudah tentunya akan ilmiah.
    • Dalam tulisan ini, saya tidak menyinggung apa itu perkataan ilmiah, namun mencoba mengurai apa itu langkah-langkah metode ilmiah dan analisis data kualitatif. Yang kadangkalanya juga analisis kualitatif acapkali digunakan para pengamat untuk memperkuat argumentasinya.

1.2 Metode Ilmiah
 didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, diantaranya:
    • Rasional: sesuatu yang masuk akal dan terjangkau oleh penalaran manusia
    • Empiris: menggunakan cara-cara tertentu yang dapat diamati dengan menggunakan panca indera
    • Sistematis: menggunakan proses dengan langkah-langkah logis.
    1.3  Sifat Metode Ilmiah :
    • Efisien dalam penggunaan sumber daya (tenaga, biaya, waktu)
    • Terbuka (dapat dipakai oleh siapa saja)
    • Teruji (prosedurnya logis dalam memperoleh keputusan)
   1.4 Pola Pikir dalam Metode Ilmiah:
    • Induktif: Pengambilan kesimpulan dari kasus yang bersifat khusus menjadi kesimpulan yang bersifat umum
    • Deduktif: Pengambilan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat khusus  
    • Masalah : berawal dari adanya masalah yang dapat digali dari sumber empiris dan teoretis, sebagai suatu aktivitas pendahuluan. Agar masalah ditemukan dengan baik memerlukan fakta-fakta empiris dan diiringi dengan penguasaan teori yang diperoleh dari mengkaji berbagai literatur relevan.
    • Rumusan masalah : Masalah yang ditemukan diformulasikan dalam sebuah rumusan masalah, dan umumnya rumusan masalah disusun dalam bentuk pertanyaan.
 1.5 Pengajuan Hipotesis :
    •  Masalah yang dirumuskan relevan dengan hipotesis yang diajukan. Hipotesis digali dari penelusuran referensi teoretis dan mengkaji hasil-hasil penelitian sebelumnya.
    • Metode/strategi pendekatan penelitian : Untuk menguji hipotesis maka peneliti memilih metode/strategi/pendekatan/desain penelitian yang sesuai.

1.6 Menyusun Instrumen Penelitian :
    •  Langkah setelah menentukan metode/strategi pendekatan, maka peneliti merancang instrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data, misalnya angket, pedoman wawancara, atau pedoman observasi, dan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen agar instrumen memang tepat dan layak untuk mengukur variabel penelitian.
    • Mengumpulkan dan menganalisis data : Data penelitian dikumpulkan dengan Instrumen yang kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan alat-alat uji statistik yang relevan dengan tujuan penelitian atau pengujian secara kualitatif.

1.7 Simpulan:
    • Langkah terakhir adalah membuat simpulan dari data yang telah dianalisis. Melalui kesimpulan maka akan terjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan dapat dibuktikan kebenarannya.
    • Mencandra/mengadakan deskripsi, menggambarkan secara jelas dan cermat hal-hal yang dipersoalkan
    • Menerangkan/Eksplanasi, menerangkan kondisi-kondisi yang mendasari terjadinya peristiwa peristiwa/gejala
    • Menyusun Teori, mencari dan merumuskan hukum-hukum mengenai hubungan antara kondisi yang satu dengan yang lain atau hubungan peristiwa yang satu dengan yang lain.
    • Membuat Prediksi/Peramalan, membuat ramalan, estimasi dan proyeksi mengenai peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi atau gejala-gejala yang akan muncul
    • Melakukan Pengendalian, melakukan tindakan guna mengendalikan peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala


2. Pelaksanaan metode ilmiah meliputi 7 tahap

1. Merumuskan masalah.
 Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.
2. Mengumpulkan keterangan,
 yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.
3. Menyusun hipotesis.
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.
4. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.
5. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan.
Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan memberikan hasil yang sama).
6. Menguji kesimpulan.
Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.
7. Menulis laporan Ilmiah.
Untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada orang lain sehingga orang lain tahu bahwa kita telah melakukan suatu penelitian ilmiah.


3. Langkah-langkah pokok
  1. Mendefinisikan masalah
  2. Melakukan penelaahan kepustakaan
  3. Merumuskan hipotesis-hipotesis
  4. Merumuskan asumsi-asumsi yang mendasari hipotesis-hipotesis itu serta prosedur-prosedur yang akan digunakan
  5. Merancang cara pendekatannya, antara lain :
  6. Pilihlah subjek-subjek yang akan digunakan serta sumber-sumber yang relevan
  7. Pilihlah atau susunlah teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan data
  8. Tentukan kategori-kategori untuk mengklasifikasikan data yang jelas, sesuai dengan tujuan studi, dan dapat menunjukkan kesamaan atau saling hubungan
  9. Memvalidasikan teknik untuk mengumpulkan data itu dan menginterpretasi kan hasilnya dalam cara yang jelas dan cermat.
  10. Mengumpulkan dan menganalisis data
  11. Menyusun laporannya

KERANGKA BERPIKIR ILMIAH

Setiap manusia diberikan akal untuk berpikir. Akal adalah komponen yang paling penting dalam menilai sesuatu. Sekalipun dalam proses berpikir akal pun masih bisa salah, yang berarti akal tidak mutlak. Berpikir adalah gerak akal yang berarti bahwa berpikir adalah sebuah proses. Di dalam sebuah proses, sering terjadi kesalahan ketika proses tersebut tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada. Demikian pun dengan berpikir harus menaati aturan-aturan pemikiran yang sesuatu ketentuan agar tidak terjadi kecelakaan berpikir. Untuk menghindari kecelakaan berpikir tersebut, maka sudah seyogyanya lah manusia memiliki kerangka berpikir ilmiah.

Kerangka berpikir ilmiah selalu dikaitkan dengan logika dan filsafat karena tiga komponen ini masih saling berhubungan. Kerangka berpikir ilmiah (epistemologi) merupakan salah satu cabang dari filsafat ilmu, setelah ontologi dan aksiologi, yang secara khusus mengkaji dan mempelajari tentang hakikat ilmu itu sendiri (teori dan tekniknya) dengan pengetahuan ilmiah. Kerangka adalah sesuatu yang menyusun yang lain sehingga yang lain dapat berdiri. Berpikir adalah proses untuk memperoleh pengetahuan. Sedangkan, ilmiah adalah sesuatu hal atau pernyataan yang bersifat keilmuan yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerangka berpikir ilmiah membahas secara mendalam mengenai proses untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebenarannya. Mengapa sesuai kebenarannya? Sebab, manusia memiliki kemampuan berfikir yang akhirnya menyebabkan rasa ingin tahunya selalu berkembang. 


Dengan kemampuan berfikir itulah sehingga manusia selalu menggabungkan pengetahuannya yang terdahulu hingga menghasilkan pengetahuan yang baru yang bersumber pada kebenaran melalui kajian-kajian ilmu pengetahuan. Dan seiring dengan perkembangan pola pikir manusia yang haus akan rasa ingin tahu melalui kajian ilmu pengetahuan tersebut yang pada akhirnya melahirkan pengetahuan yang ilmiah. Pengetahuan yang ilmiah selalu membutuhkan alasan dan penjelasan secara sistematis untuk memberikan suatu penegasan atau keyakinan. Dan golongan terpelajar yang wajib memiliki kerangka berpikir ilmiah adalah mahasiswa.

Berpikir Ilmiah
Mahasiswa adalah kalangan yang jumlahnya hanya 2% dari 200 juta jiwa penduduk Indonesia. Ia memiliki tugas dan tanggung jawab sosial yang begitu besar untuk masyarakat. Mahasiswa adalah golongan terpelajar yang pemikiran dan pengetahuannya sudah dianggap lebih maju dari kalangan sekolah menengah. Pengetahuannya itu berbanding lurus dengan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, mahasiswa dituntut untuk selalu bersikap kritis dan berpikir secara ilmiah untuk mengemban tugas dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Berpikir kritis berarti tidak serta merta menelan apa yang diterima, berpikir secara sistematis, berpikir di luar kotak dan berpikir untuk berbeda.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjadikan diri mahasiswa sebagai seorang yang kritis dan berpikir secara ilmiah. Dua pekerjaan utama yang seharusnya dilakukan oleh mahasiswa selama gelar sebagai agent of change melekat pada dirinya, yaitu membaca dan berdiskusi. Dua hal inilah yang mampu menciptakan karakter ideologis pada mahasiswa. Dengan kekuatan intelektual di atas rata-rata masyarakat awam, mahasiswa memiliki kemudahan untuk mengakses berbagai informasi wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal hingga internasional. Begitu juga dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan gerakan-gerakan pemikiran, yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi atau sistem hidup yang akan dijalaninya. Buku yang ia baca, informasi yang ia terima, tokoh-tokoh yang ia ajak bicara, adalah beberapa faktor utama yang kelak sangat berpengaruh terhadap idealisme hidupnya. 


Karakter seperti itu yang harus selalu diasah agar mahasiswa mampu menjadi ancaman bagi pemerintah yang dzolim dan menindas. Agar mahasiswa tahu dimana harus berpihak. Dan, agar mahasiswa mengenali siapa kawan dan lawan dalam permasalah negeri ini. Karakter seperti inilah yang dibutuhkan oleh negeri ini agar mampu mengontrol jalannya pemerintahan. Jiwa kritis itu diasah dan terus dijaga dengan melakukan pembiasaan. Membiasakan diri untuk bersikap berbeda dan berpikir ilmiah serta bergaul dengan teman yang mampu mendukung sikap kritis sebagai mahasiswa, karena teman adalah kekuatan.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi berbanding lurus dengan pengetahuan yang ia miliki. Mahasiswa harus mampu memiliki kerangka berpikir ilmiah dalam menganalisis setiap persoalan serta tidak terjebak pada kesalahan berpikir.

 
© Bosan Kuliah All Rights Reserved