Ethylene adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan Auxin, Gibberellin, dan Cytokinin. Dalam keadaan normal ethylene akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam ethilene akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. hormon ini akan berperan pada proses pematangan buah dalam fase climacteric.
Penelitian terhadap ethylene, pertama kali dilakukan oleh Neljubow (1901) dan Kriedermann (1975), hasilnya menunjukan gas ethylene dapat membuat perubahan pada akar tanaman. Hasil penelitian Zimmerman et al (1931) menunjukan bahwa ethylene dapat mendukung terjadinya abscission pada daun, namun menurut Rodriquez (1932), zat tersebut dapat mendukung proses pembungaan pada tanaman nanas.
Penelitian lain telah membuktikan tentang adanya kerja sama antara auxin dan ethylene dalam pembengkakan (swelling) dan perakaran dengan cara mengaplikasikan auxin pada jaringan setelah ethyleneberperan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kehadiran auxin dapat menstimulasi produksi ethylene.
1. Struktur kimia dan Biosintesis ethylene
Struktur kimia ethylene sangat sederhana yaitu terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom hidrogen seperti gambar di bawah ini :
Biosintesis ethylene terjadi di dalam jaringan tanaman yaitu terjadi perubahan dari asam amino methionine atas bantuan cahaya dan FMN (Flavin Mono Nucleotide) menjadi Methionel. Senyawa tersebut mengalami perubahan atas bantuan cahaya dan FMN menjadi ethykene, methyl disulphide, formic acid.
2. Peranan ethylene dalam fisiologi tanaman
Di dalam proses fisiologis, ethylene mempunyai peranan penting. Wereing dan Phillips (1970) telah mengelompokan pengaruh ethylene dalam fisiologi tanaman sbb:
a. mendukung respirasi climacteric dan pematangan buah
b. mendukung epinasti
c. menghambat perpanjangan batang (elengation growth) dan akar pada beberapa species tanaman walaupun ethylene ini dapat menstimulasi perpanjangan batang, coleoptyle dan mesocotyle pada tanaman tertentu, misalnya Colletriche dan padi.
d. Menstimulasi perkecambahan
e. Menstimulasi pertumbuhan secara isodiametrical lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan secara longitudinal
f. Mendukung terbentuknya bulu-bulu akar
g. Mendukung terjadinya abscission pada daun
h. Mendukung proses pembungaan pada nanas
i. Mendukung adanya flower fading dalam persarian anggrek
j. Menghambat transportasi auxin secara basipetal dan lateral
k. Mekanisme timbal balik secara teratur dengan adanya auxin yaitu konsentrasi auxin yang tinggi menyebabkan terbentuknya ethylene. Tetapi kehadiran ethylene menyebabkan rendahnya konsentrasiauxin di dalam jaringan.
Hubungannya dengan konsentrasi auxin, hormon tumbuh ini menentukan pembentukan protein yang diperlukan dalam aktifitas pertumbuhan, sedangkan rendahnya konsentrasi auxin, akan mendukung protein yang akan mengkatalisasi sintesis ethylene dan precursor.
3. Peranan ethylene dalam proses pematangan buah
Harsen (1967) dalam Dilley (1969) telah mempelajari hubungan antara ethylene dengan tingkat kematangan pada buah pear. Ia mengemukakan bahwa pematangan ini menjadi suatu sequential dalam proses kesinambungan kehidupan buah. Menurut konsep tsb, ethylene berpebgaruh terhadap beberapa yang mengontrol pola normal dari proses pematangan.
Menurut Frenkel et al (1968), sintesa protein diperlukan pada tingkat pematangan yang normal. Protein disintesa secepatnya dalam proses pematangan. Dari hasil eksperimen terhadap buah pear, memperlihatkan bahwa pematangan buah dan sintesa protein terhambat sebagai akibat perlakuan cycloheximide pada permulaan fase climacteric. Setelah cycloheximide hilang, ternyata sintesis ethylene tidak mengalami hambatan.
Di dalam proses pematangan, ribonucleic acid synthesis pun diperlukan. Dalam eksperimen menggunakan buah pear, buah tersebut ditreated, dengan actinomysin D pada tingkat pre climacteric. Dari hasil eksperimen ini diperoleh petunjuk bahwa actinomysin D menghambat terbentuknya DNA yang bergantung pada RNA sintesis.
Imascshi et al (1968) mengemukakan bahwa ethylele mendukung peningkatan aktivitas metabolisme dalam jaringan akar ubi jalar. Ethylene yang berkonsentrasi 0,1 ppm, menstimulasi perkembangan peroxidasedan phenyl alanine ammonialyase. Penelitian lain mengemukakan bahwa perlakuan ethylene pada kecambah kapas menstimulasi aktivitas peroksida dan IAA oksida.
4. Interaksi ethylene dengan auxin dan kinetin
Dari hasil penelitian terhadap tanaman kacang (pea), menunjukan bahwa pembentukan ethylene lebih tampak pada jaringan meristem tempat auxin dihasilkan. Disini IAA mengontrol pembentukan ethylene dalam perpanjangan batang pea. Kehadiran kinetin dalam pertumbuhan tunas lateral dapat mengatasi penghambatan yang diakibatkan oleh IAA. Hasil penelitian lain menunjukan bahwa adanya penghambatan transportasi auxin oleh endogenous ethylene yang menyebabkan terjadinya abscission pada daun.