Tampilkan postingan dengan label ILMU KELAUTAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ILMU KELAUTAN. Tampilkan semua postingan

Tokoh-tokoh di bidang Oseanografi

A.    Fridtjof Nansen

Fridtjof Nansen

Fridtjof Nansen  (10 Oktober 1861 - 13 Mei 1930), berkebangsaan Norwegia, seorang penjelajah benua Artik, ilmuwan, negarawan dan humanitarian. Keberagaman akan hal yang dilakukannya terlihat dari hasil karyanya yang mencakup Eskimo Life (1893), Closing-Nets for Vertical Hauls and for Vertical Towing (1915), Russia & Peace (1923), dan Armenia and the Near East (1928).Perjalanan pertamanya ke Artik dilakukan pada tahun 1882. Sekembalinya dari perjalan tersebut, beliau menjadi kurator koleksi sejarah alam di Museum Bergen. Pada tahun 1888, bersama dengan kelompoknya, beliau membuat sebuah memorabilia perjalanan melintasi Greenlad dengan ski, yang dijelaskannya dalam First Crossing of Greenland (1890).


Beliau memiliki angan-angan atau cita-cita yang cukup aneh yaitu mencapai kutub utara dengan "menumpang" di es yang mengapung di kutub. Untuk itu, beliau melakukan pelayaran ke Artik pada tahun 1893 di dalam kapal Fram yang didesain khusus untuk tahan terhadap benturan es (ekspedisi Fram). Fram tersebut ditambatkan pada es yang mengapung pada posisi 83o59′ LU, menuju 85o57′ LU, dan pada tahun 1896 kembali dengan selamat (meskipun tidak mencapai kutub) di Norwegia, seperti yang sudah diperkirakan Nansen sebelumnya. Pada tahun 1895 beliau meninggalkan kapalnya tersebut dan mengatur rencana baru untuk melengkapi perjalanannya ke kutub dengan menggunakan sledge (apa ya bahasa Indonesianya?). Namun demikian beliau hanya bisa mencapai posisi 86o14′ LU akibat kondisi es yang membelok.
Meskipun beliau ataupun kapalnya tidak bisa mencapai kutub, namun ekspedisi yang telah dilakukannya memberikan informasi yang sangat berharga bagi dunia tentang Artik dan membuat beliau terkenal di seluruh dunia. Beliau telah membuktikan bahwa laut yang membeku berada di sekitar kutub dan memenuhi basin kutub.
Dengan informasi oseanografi, meteorologi, diet dan nutrisi yang sangat lengkap ini, Nansen telah meletakkan dasar bagi kegiatan di Artik pada masa selanjutnya. Farthest North, laporan penjelajahannya yang brilian, hadir dalam terjemahan bahasa Inggris pada tahun 1897. Bahan-bahan ilmiah ekspedisinya dipublikasikan pada The Norwegian North Polar Expedition (diedit oleh Nansen, 6 volume, 1900-1906). The Nansen Fund untuk riset saintifik didirikan untuk menghormatinya. Di Universitas Royal Frederick, Christiania (sekarang Oslo), beliau menjabat sebagai profesor zoologi (1897) dan oseanografi (1908).
Karir beliau dalam bidang kenegaraan dimulai tahun 1905, ketika beliau bekerja dalam rangka pemisahan Norwegia dari Swedia secara damai. Berkat jasanya, beliau diangkat menjadi menteri pertama Norwegia untuk Inggris Raya (1906-1908). Pada tahun 1910 beliau diangkat menjadi direktur pada komisi internasional untuk mempelajari laut dan beliau membuat beberapa perjalanan ilmiah, terutama di Antlantik Utara (1910-1914).
Kegiatan humanitar beliau dimulai pasca perang dunia ke-1. Ditunjuk sebagai komisi tinggi untuk pengungsi Liga Bangsa-bangsa (kini PBB), mengantarnya menerima hadiah Nobel pada tahun 1922. Liga Bangsa-bangsa sendiri memberinya penghormatan dengan mendirikan Nansen International Office for Refugees pada tahun 1931 yang kemudian mengantarnya kembali untuk menerima hadiah Nobel dalam bidang perdamaian pada tahun 1938. Sebagai penghormatan terhadap ayahnya, Odd Nansen mendirikan The Nansen Help pada tahun 1937.
Beliau wafat pada tanggal 13 Mei 1930 dan dikebumikan tepat pada hari kemerdekaan Norwegia, 17 Mei.

B.     Harald Ulrik Sverdrup
Harald Ulrik Sverdrup lahir pada tanggal 15 November 1888 di Sogndal, Sogn, Norwegia. Pada saat itu, ayah beliau, Johan Edvard Sverdrup (1866-1923) masih menjadi seorang guru. Selanjutnya, pada tahun 1894 ayah beliau diangkat menjadi seorang menteri di distrik Solund, berjarak 40 mil utara Bergen dimana pada tahun 1908 menjadi profesor dalam sejarah gereja di Oslo dan meninggal dunia pada tahun 1923. Ibu beliau, Maria Vollan, meninggal dunia ketika ia masih anak-anak.
Disiplin ilmu yang digeluti oleh Sverdrup awalnya adalah astronomi ketika masuk ke perguruan tinggi pada tahun 1908. Pembimbing beliau adalah Professor Vilhelm Bjerknes, seorang profesor meteorologi pendiri Bergen School. Ketertarikannya pada meteorologi dan oseanografi membuatnya beralih dari bidang yang ia geluti sebelumnya, dan publikasi pertamanya dalam bidang meteorologi diterbitkan pada tahun 1914.
Harald Ulrik Sverdrup
Beliau sempat mendampingi Bjerknes ke Leipzig, Jerman ketika Bjerkens diangkat menjadi direktur pada Institut Geofisika di sana. Beliau menetap di Jerman dari Januari 1913 hingga Agustus 1917. Gelar Doktor diraihnya pada bulan Juni 1917 dari Universitas Oslo dengan penelitiannya mengenai angin pasat Atlantik Utara, dimana pekerjaan penelitian dilakukannya di Jerman.
Pada tahun 1918, beliau menjadi peneliti utama dalam ekspedisi Artic dengan menggunakan kapal riset Maud untuk masa penelitian selama 3 hingga 4 tahun yang akhirnya (ternyata) berjalan selama 7,5 tahun. Beliau sempat menetap di Amerika atas undangan Carnegie Institution di Washington pada tahun 1921-1922 dan tidak kembali ke Norwegia hingga tahun 1925. Pada tahun 1926 beliau diangkat menjadi kepala badan meteorologi di Bergen yang sebelumnya dijabat oleh Bjerknes. Setelah kembali ke Norwegia, ia menikahi Gudrun Bronn Vaumund, namun tidak dikaruniai anak (Gudrun dikaruniai anak bernama Anna Margrethe dari pernikahan sebelumnya).
Pada tahun 1936, beliau pindah ke Amerika Serikat karena diangkat sebagai direktur pada Scripp Institution of Oceanography (SIO) menggantikan Thomas Wayland Vaughan. Pada masa kepemimpinannya, beliau berhasil menjadikan SIO lebih maju dan mendapatkan dukungan penuh dari keluarga Scripp sebagai kontributor utama lembaga ini. Kedekatannya dengan Universitas Kalifornia merupakan salah satu faktor penting dalam reformasi kurikulum oseanografi di Amerika. Scripp sendiri merupakan lembaga pertama di Amerika yang memajukan kurikulum dalam bidang oseanografi. Ketika bekerja di SIO inilah beliau membangun teori tentang sirkulasi laut yang dikenal sebagai kesetimbangan Sverdrup, yang merupakan deskripsi terakurat pertama tentang fenomena ini. Beliau meninggalkan SIO pada tahun 1948 dan kembali ke Norwegia. Di negara asalnya ini, beliau kemudian menjabat sebagai direktur Norwegian Polar Institute dan terrus memberikan kontribusi untuk kemajuan oseanografi.
Namanya diabadikan dalam bidang oseanografi untuk menyatakan satuan transpor volume dari arus laut (disingkat dengan Sv). 1 Sv sebanding dengan 106 m3/s.

C.    Vagn Walfrid Ekman
Vagn Walfrid Ekman, lahir di Stokholm, Swedia. Ketertarikannya pada oseanografi berawal ketika ia belajar fisika di Universitas Uppsala, dimana salah satu penyebabnya  adalah setelah beliau mendengarkan kuliah Vilhelm Bjerknes tentang dinamika fluida.
  Vagn Walfrid Ekman
Pada saat ekspedisi Fram, Fridtjof Nansen mengamati bahwa gunung es tidak bergerak searah dengan arah angin tetapi membentuk sudut 20o-40o. Lalu Bjerknes mengundang Ekman yang saat itu masih menjadi mahasiswa untuk menyelidikinya. Pada tahun 1902, Ekman mempublikasikan teorinya “Spiral Ekman” yang menjelaskan fenomena tersebut yang merupakan hasil kesetimbangan antara efek gesekan di laut dan gaya fiktif yang timbul akibat rotasi bumi.
Setelah menyelesaikan riset doktornya di Uppsala pada tahun 1902, beliau bergabung dengan International Laboratory for Oceanographic Research, Oslo dan bekerja di sana selama 7 tahun. Selama bekerja di sana, beliau tidak hanya mengembangkan teori yang telah dikerjakan sebelumnya tetapi juga membangun tekhnik percobaan dan instrumentasi seperti Ekman current meter dan Ekman water bottle.
Dari tahun 1910 hingga 1939 beliau melanjutkan pekerjaan teoritis dan percobaannya di Universitas Lund, dimana beliau menjabat sebagai profesor dalam bidang mekanik dan fisika matematik. Beliau terpilih sebagai anggota Royal Swedish Academy of Sciences pada tahun 1935.

Perkembangan Oseanografi di Indonesia

Penelitian oseanografi di Indonesia pertama kali dilakukan tahun 1904 oleh KONINGSBENSER, ketika mendirikan laboratorium Perikanan di Jakarta. Lab ini tahun 1919 di ubah menjadi Lab. Biologi Laut, dan akhirnya sejak tahun 1970 menjadi Lembaga Oseanologi Nasional.

Negara kepulauan Indonesia kaya dengan beragam sumber daya laut dan pesisir. Bermacan jenis ikan, burung laut, termbu karang, mangrove, dan biota lainnya hidup di laut yang terbentang di antara ribuan pulau. Berbagai tipe pantai, teluk, angin, gelombang, mineral dan sumber daya lainnya terhampar luas di pesisir dan laut lepas. Kekayaan sumberdaya tersebut bukan saja menjadi penghidupa bagi penduduk di sekitar laut tetapi juga mendatangkan pendapatan dan devisa bagi negara. 

Dengan demikian laut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain seperti yang disebutkan di bawah ini :
  • 1.      Bidang transportasi
  • 2.      Perikanan
  • 3.      Pertambangan
  • 4.      Bahan baku obat-obatan
  • 5.      Potensi energi
  • 6.      Rekreasi dan pariwisata
  • 7.      Pendidikan dan penelitian
  • 8.      Konservasi alam
  • 9.      Pertahanan dan keamanan nasional, dsb 

Indian Ocean Dipole (IOD)

Di Samudera Hindia, interaksi antara lautan dan atmosfer pada waktu-waktu tertentu menunjukkan suatu pola variabilitas internal dengan penyimpangan suhu permukaan laut di bagian barat dan timur lautan yang disertai dengan penyimpangan arah tiupan angina dan presipasi, fenomena ini didefinisikan oleh Saji et al.(1999) sebagai kejadian dipole mode.


Vinaychanran et al. (2001) menyebutkan struktur dipole mode positif dicirikan oleh anomali suhu permukaan laut yang lebih hangat dari biasanya di bagian barat Samudera Hindia dan lebih dingin dari biasanya di perairan lepas pantai Sumatera, pada kondisi ini curah hujan meningkat di bagian timur wilayah tropik Afrika dan bagian barat Samudera Hindia sedangkan di wilayah kepulauan Indonesia terjadi kekeringan. Kejadian sebaliknya, menghangatnya suhu permukaan perairan di perairan timur Samudera Hindia dan menurunnya suhu permukaan di bagian barat disebut sebagai dipole mode negatif. 

SISTEM RESPIRASI PADA IKAN

Oleh: Erdiansyah
Alat respirasi adalah alat atau bagian tubuh tempat 02 dapat berdifusi masuk dan sebaliknya C02 dapat berdifusi keluar. Alat respirasi pada hewan bervariasi antara hewan yang satu dengan hewan yang lain, ada yang berupa paru-paru, insang, kulit, trakea, dan paru-paru buku, bahkan ada beberapa organisme yang belum mempunyai alat khusus sehingga oksigen berdifusi langsung dari lingkungan ke dalam tubuh, contohnya pada hewan bersel satu, porifera, dan coelenterata. Pada ketiga hewan ini oksigen berdifusi dari lingkungan melalui rongga tubuh.

Pernapasan juga merupkan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar bagi kehidupan seekor ikan. Ikan harus mendapatkan supply oksigen yang cukup di dalam jaringannya agar dapat melepas energi melalui oksidasi lemak dan gula. Energi yang terlepas dipergunakan untuk kegiatan tubuh didalam menjalani masa kehidupannya.

Lumba-Lumba

Ikan hanya dapat hidup di air dan mempunyai alat pernapasan yang khusus. Ikan bernapas dengan insang yang terdapat pada sisi kanan dan kiri kepala Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembap. Bagian terluar dare insang berhubungan dengan air, sedangkan bagian dalam berhubungan erat dengan kapiler-kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri dare sepasang filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler sehingga memungkinkan OZ berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar. Insang pada ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut operkulum, sedangkan insang pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh operkulum.

Insang tidak saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator. Beberapa jenis ikan mempunyai labirin yang merupakan perluasan ke atas dari insang dan membentuk lipatan-lipatan sehingga merupakan rongga-rongga tidak teratur. Labirin ini berfungsi menyimpan cadangan 02 sehingga ikan tahan pada kondisi yang kekurangan 02. Contoh ikan yang mempunyai labirin adalah: ikan gabus dan ikan lele. Untuk menyimpan cadangan 02, selain dengan labirin, ikan mempunyai gelembung renang yang terletak di dekat punggung.

Morfologi Bentuk Insang
Pada prinsipnya ada dua macam bentuk isang, yaitu :
1.      Insang yang mempunyai tutup insang, misalnya teleostei.
2.      Insang yang tidak memiliki tutup insang, misalnya selachii. Pada selachii ini arcus branchiallis mempunyai lanjutan yang panjang dan ujungnya melengkung disebut sebagai : septum interbranchiale.
Mekanisme pernafasan pada teleostei dapat dibedakan menjadi dua fase yaitu :
·         Fase inspirasi : pemasukan oksigen ke dalam alat pernapasan. Fase ini dapat terjadi apabila tekanan cavum oris lebih kecil dari pada tekanan di luar.
·         Fase ekspirasi : proses pelepasan udara dari alat pernafasan kea lam sekitarnya. Fase ini dapat terjadi apabila tekanan dalam cavum oris lebih besar dari pada tekanan di lingkungan luar.

Oleh karena pada golongan selachii tidak mempunyai tutup insang maka mekanisme pernafasan golongan ikan tersebut dilakukan dengan cara memperbesar atau memperkecil cavum oris dengan jalan menurunkan atau menaikkan dasar mulut.

Untuk beberapa ikan membutuhkan alat bantu pernafasan, ada beberapa macam alat bantu pernafasan, yaitu :
1.      labyrinth : merupakan rawan yang berlipat-lipat seperti bunga mawar yang mengandung epithelium pernafasan. Terletak dalam suatu kantong di daerah derso lateral pre operculum. Misalkan terdapat pada ikan Tricogaster sp, Halostoma sp, Anabas sp.
2.      amborescene : merupakan bangunan yang berbentuk seperti pohon yang terletak pada bagian atas lengkung insang kedua dan ketiga. Misalnya pada ikan Clarias sp.
3.      diverticula : terletak pad daerah pharynx. Misalnya pada ikan Ophiocephalus sp.

Gelembung Renang
Gelembung renang pada ikan berwarna keputih-putihan. Secara umum gelembung renang ikan terdiri dari dua rongga. Tetapi ada juga jenis ikan yang sulit ditemukan gelembung renangnya. Bentuk gelembung renang pada setiap jenis ikan cukup bervariasi. Bahkan diantara kedua rongga itu bisa juga bervariasi seperti halnya pada ikan mas (Cyprinus carpio) rongga bagian anterior lebih besar dari pada rongga bagian posterior. Tetapi ada juga yang bagian posterior lebih besar dari pada bagian anterior contoh pada ikan tawes (Puntius javanicus).

Pada beberapa jenis ikan, pneumatocyv mempunyai hubungan dengan esophagus dengan perantara suatu saluran yang disebut sebagai : ducus pneumaticus. Berdasarkan ada tidaknya ducus pneumaticus ini maka ikan dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
·         Physostomy, yaitu golongan ikan yang mempunyai ducus pneumaticus
·         Physoclisti, yaitu golongan ikan yang tidak mempunyai ducus pneumaticus

Golongan ikan yang tidak mempunyai ducus pneumaticus, pemasukan dan pengeluaran udara ke dalam pneumatocyt dilakukan oleh suatu bangunan yang terdapat pada bagian muka atas dari dinding pneumatocyt yang disebut macula rubra. Macula rubra ini berupa anyaman pembuluh darah yang disebut sebagai rate mirabile.

Faktor-Faktor Produksi Usaha Perikanan

Dalam ilmu ekonomi, produksi dapat diartikan segala kegiatan yang mempertinggi faedah barang baik secara langsung maupun tidak langsung dalam usaha kebutuhan manusia (Widodo dan Syukri, 2005)
            Gaspersz (1992) menyatakan bahwa ada dua hal yang menjadikan pertimbangan dalam suatu alternative usaha, yaitu aspek teknik dan aspek ekonomi. Aspek teknik yang utama adalah proses produksi. Dalam proses produksi diperlukan proses produksi yang benar diantara beberapa kemungkinan cara produksi. Perlu juga diperhatikan pemilihan mesin dan peralatan yang sesuai dngan karakteristik usaha/pekerjaan.
            Menurut Widodo dan Syukri (2005), untuk menghasilkan sesuatu produksi diperlukan adanya suatu gabungan atau kerjasama yang baik antara faktor-faktor produksi, bahwa bagaimana usaha dari nelayan atau petani ikan menggabungkan faktor-faktor produksi untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Faktor-faktor produksi dalam kegiatan usaha perikanan yang sangat berpengaruh meliputi:
2.5.1        Faktor Alam
Yang dimaksud dengan alam sebagai faktor produksi pada usaha perikanan adalah tanah dan perairan (sungai, waduk, rawa, genangan dan laut). Perairan adalah suatu wadah atau tempat yang dapat digunakan untuk usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan. Perairan bersifat milik bersama, namun tidak menutup kemungkinann adanya aturan-aturan yang diberlakukan oleh golongan atau kelompok masyarakat yang telah berlangsung turun temurun, misalnya aturan adat (hukum laut).
Pada usaha perikanan kedua tempat tersebut sangat erat keterkaitannya dan disinilah dilaksanakan proses produksi hingga menghasilkan produksi. Salah satu bukti bahwa perairan merupakan faktor produksi dapat dilihat dari tinggi rendahnya  balas jasa baik yang berupa sewa atau bagi hasil yang sesuai dengan permintaan dan penawaran dalam masyarakat tertentu pada daerah tertentu
2.5.2        Faktor Sarana Produksi          
Faktor ini merupakan inti dari berbagai faktor produksi lainnya, artinya tanpa tersedianya faktor ini             tidak mungkin dilaksanakan kegiatan berproduksi. Ketersediaan sarana produksi dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang baik, akan mempengaruhi kelancaran proses produksi. Sarana produksi pada dasarnya digolongkan berdasarkan:
1.                  Sarana produksi yang habis dipakai dalam satu siklus atau sarana produksi yang tidak tahan lama, meliputi Solar/ BBM, Umpan Pancing, Es, Bahan Makanan Melaut ( beras, lauk pauk, air tawar, dll).
2.                  Sarana produksi yang tidak habis dipakai/ digunakan dalam satu siklus atau yang tahan lama, meliputi:
a)      Bangunan (Gudang, Tangkahan, dll)
b)      Kapal dan Mesin Kapal (Body kapal, Mesin Utama, Mesin Bantu dan Generator)
c)      Alat Tangkap (Jaring, Pancing, dll)
d)     Alat Bantu Penangkapan (Rumpon, Sampan, dll)
e)      Dll
2.5.3        Faktor Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam bidang perikanan pada umumnya terdiri dari tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap (sambilan). Tenaga kerja tetap umumnya berasal dari keluarganya sendiri (tenaga inti) dan atau tenaga kerja yang mendapat upah secara tetap pada periode tertentu, misalnya bulanan. Sementara tenaga kerja tidak tetap (sambilan) atau dapat juga disebut tenaga kerja harian lepas, umumnya bersifat buruh.
2.5.4        Faktor Modal
Modal merupakan faktor produksi penting untuk menggerakkan seluruh rangkaian proses produksi. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi lainnya menghasilkan barang-barang baru. Modal dapat  berupa barang atau uang.
2.5.5        Faktor Teknologi
Faktor teknologi dalam kegiatan usaha perikanan, berarti melakukan pilihan-pilihan terhadap teknologi yang digunakan. Hal ini penting, karena potensi sumber daya perikanan yang tersedia dan jenis usaha yang dapat dikembangkan juga cukup beragam, dan pada umumnya bersifat padat modal. Perkembangan teknologi, sangat memungkinkan bagi pelaku usaha perikanan untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Dengan teknologi, produk hasil perikanan yang dikenal cepat rusak/busuk, dapat dipertahankan tingkat kesegarannya (mutunya) untuk waktu yang cukup lama.
2.5.6        Faktor Manajemen
Penerapan faktor manajemen pada dasarnya adalah bagaimana menggabungkan dan menselaraskan seluruh fungsi-fungsi manajemen dengan faktor-faktor produksi yang ada. Usaha perikanan yang terdiri dari banyak sub-sub system, memungkinkan masing-masing sub system tersebut menerapkan fungsi-fungsi manajemen baik berdiri sendiri maupun merupakan satu kesatuan utuh dari kegiatan usaha.
Dari semua faktor produksi yang ada, faktor ini sering diabaikan oleh pelaku usaha perikanan terutama pada skala rumah tangga/kecil. Tetapi pada skala usaha menengah keatas, faktor ini sudah diterapkan walaupun belum maksimal.

BAHAN SELENGKAPNYA DAN DAFTAR PUSTAKA SILAHKAN DOWNLOAD DIBAWAH
Password: kuliahitukeren.blogspot.com

KOMUNITAS SEAWEED/ ALGAE ( RUMPUT LAUT) DIPERAIRAN BANGKA TIMUR DAN TELUK KELABAT

Oleh :
Erdiansyah, Eki Ria Saputra, dan Jayana Sitepu
ABSTRAK
Rumput laut merupakan komoditi perikanan penting yang tumbuh diperairan pantai dengan dasar pasir, dan pasir berbatu/ berbatu karang, namun potensi rumput laut belum diketahui secara maksimal. Penelitian komunitas Rumput laut diperairan Bangka timur dan Teluk kelabat dilakukan pada tanggal 29 september – 02 oktober 2010. Metode yang digunakan adalah metode Transek Kuadrat, dan Koleksi bebas dengan cara memanen tegakan Rumput laut (Seaweed). Jenis-jenis yang diperoleh berjumlah 33 spesies yang terdiri dari kelas Chlorophyta, yang terdiri dari 11 spesies, Rhodophyta juga terdiri dari 13 spesies, dan kelas kelas Phaeophyta terdiri dari 8 spesies. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa di perairan bangka timur dan teluk kelabat, didominasi oleh algae jenis Padina australis, Sargassum polyticum dan Halimeda opuntia

PENDAHULUAN
Pulau bangka terletak di sebelah timur sumatra selatan, berbatasan dengan laut china selatan di sebelah utara, pulau belitung di sebelah timur, dan laut jawa disebelah selatan yaitu 1°20’-3°7 lintang selatan dan 105°-107° bujur timur. Pulau ini terdiri dari rawa-rawa, daratan rendah, bukit-bukit dan puncak bukit terdapat hutan lebat, sedangkan pada daerah rawa merupakan hutan mangrove yang sangat produktif. Daerah kepulauan bangka dihubungkan oleh perairan laut dan pulau-pulau kecil. Secara keseluruhan daratan dan perairan bangka merupakan satu kesatuan dari bagian dataran sunda, sehingga perairannya merupakan bagian dari dangkalan sunda (Sunda Self) dengan kedalaman laut tidak lebih dari 30 meter. Sebagai daerah kepulauan, bangka memiliki potensi laut yang sangat besar, salah satunya adalah rumput laut (seaweed) yang sangat beraneka ragam dan berlimpah, terutama pada wilayah reef flat.
Rumput laut (seaweed) merupakan alga makro laut yang bersifat bentik pada perairan yang dangkal dan dasar perairannya merupakan pasir kasar dan halus,serta pasir berlumpur. Menurut Nontji (1993), rumput laut terdiri atas tiga kelas yaitu alga hijau (Clorophyceae), alga coklat (Phaeophyceae), dan alga merah (Rhodophyceae).  

Rumput laut mempunyai beberapa fungsi, yaitu fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial. Fungsi ekologis rumput laut adalah sebagai produsen di perairan, karena bersifat autotrof. Fungsi ekonomis dari rumput laut yaitu sebagai komoditas yang dapat diolah menjadi produk yang bernilai ekonomi, seperti alginat, karagenan, agar dan fluseran. Sedangkan fungsi sosialnya yaitu usaha budidaya rumput laut memberikan kesempatan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Atmadja, Kadi, Sulistijo, dan Rahmaniar (1996), rumput laut memiliki jumlah keanekaragaman yang tinggi, namun dalam kuantitas yang kecil. Selain itu juga rentan terhadap perubahan dan tekanan ekologis habitatnya. Habitat rumput laut secara langsung atau tidak langsung akan mengalami degradasi akibat aktifitas manusia. Oleh karena itu, perlu diadakan suatu penelitian tentang komunitas rumput laut (Seaweed)  yang bertujuan memberikan gambaran tentang komunitas rumput laut yang ada didaerah pengamatan.



BAHAN DAN METODE
Untuk mengetahui keanekaragaman, dominasi dan zonasi alga di setiap stasiun pengamatan pulau Bangka, yang dilakukan pada tanggal 28 September s/d 4 Oktober. Metode penelitian dilakukan dengan pengambilan contoh dengan garis transek pada panen tegakan/ m2 (standing crops), pada setiap jarak 10 meter di garis transek yang dibuat. Serta dengan mengkoleksi bebas alga dari setiap stasiun pengamatan yang ada di pulau Bangka. Hasil alge yang kita dapakan di identifikasi dan sampel yang didapat dengan metode transek  ditimbang biomassanya menurut (TAYLOR, (1967) dan WEBER, (1928) serta ADMADJA, (1996)).
Hasil panen tegakan algae yang didapat ditimbang berat basahnya untuk mengetahui kerapatan, kerapatan relatif, frekwensi kehadiran dan dominasi dari algae yang didapat.
Adapun alat alat yang digunakan adalah:
-          GPS
-          Timbangan analitik
-          Tali nilon garis transek 150 m
-          Frame (bingkai kawat stainless segi 4 ukuran 1X1/2
-          Kantong plastik  50 kg 20 buah.
-          Kertas label
Alat lapangan
-          Masker dan alat snorkeling 4 pasang
-          Sepatu lapangan 4 pasang
-          Pakaian lapangan (training sport)

Cara kerja:
Metode transek
-          Tentukan lokasi dengan GPS. (Zona intertidal)
-          Tentukan titik 0, sebagai awal titik transek
-          Tarik transek kearah laut sepanjang 150 m
-          Dijatuhkan frame setiap 10 m sebagai titik pengambilan sampel
-          Di kumpulkan seluruh algae yang ada didalam frame pada setiap titik pengambilan sampel dan dimasukan ke dalam plastik yang telah disediakan
-          Diidentifikasi sampel dengan menggunakan referensi buku identifikasi algae laut kemudian ditimbang

Metode koleksi bebas
-          Tentukan lokasi sampel dengan GPS. (diasumsikan banyak terdapat alga di titik tersebut).
-          Diambil sampel algae.
-          Dikumpulkan dan dimasukan ke dalam plastik
-          Diidentifikasi sampel dengan menggunakan refrensi buku identifikasi algae laut.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Transek panen tegakan dilakukan di tanjung beruba sepanjang 150 m pada luasan 1m2 setiap jarak 10 m. Kondisi substrat terdiri dari pasir lumpur. Dari garis transek tidak didapat panen tegakan. Koleksi bebas kemudian dilakukan untuk mengetahui jenis rumput laut yang ada dan ternyata hanya dua spesies yang dikoleksi yaitu : Laurencia obtusa (Rhodophyta) dan Dictyota dichotoma (Phaeophyta). Koleksi dilakukan juga di pulau PKE/ P. Penyusur diperoleh 5 spesies algae yaitu : Halimeda opuntia (Chlorophyta), Poroliton sp. (Rhodophyta), Padina australis dan Turbinaria ornata (Phaeophyta). Di tanjung melala diperoleh 10 spesies algae sebagai berikut : kelas rhodophyta (Acanthopora dendroides, Acanthopora specifera, Gelidiela sp., Gelidium crinale, Gelidiela acerosa), kelas Pheophyta (Sargassum polycistum, Turbinaria ornata, Padina australis, Sargassum duplicatum), dan kelas Chlorophyta (Halimeda opuntia). Jenis lainnya yang diperoleh dari koleksi bebas adalah tiga jenis : Sargassum siliquosum, Hormophysa triquetra, dan Porolithon sp.  Di perairan teluk kelabat ditemukan 15 spesies algae dengan kerapatan tertinggi oleh jenis Halimeda opuntia sebesar 424 g/m2, namun dominasi diduduki oleh jenis Sargassum polycistum. Substrat dasar terutama pasir dan sedikit batu.

Hasil yang diperoleh pada perairan timur pulau bangka yaitu di pulau ketawai ditemukan 10 spesies yaitu : dari kelas chlorophyta (Bryopsis sp., Barnotella nudifera, Dyctyosphaeria cavernosa), rhodophyta (Hypnea sp., Gelidiela sp., Polysiphonia sp., Acanthopora dendroides, Gracilaria salichonia, Acanthopora specifera), Phaeophyta (Padina australis). Jenis lainnya yang diperoleh dari koleksi bebas, yaitu : Sargassum polycistum, Acanthophora specifera, Amphiroa flagilisima  dan Bornotella nitida. Kerapatan tertinggi dan dominasi diduduki oleh Padina australis (phaeophyta) sebesar 147/m2 ,  substrat dasar tempat tumbuh pasir berbatu. Di pulau Yohara diperoleh 8 spesies yaitu : Bornotella nitida, Dictyosphaeria cavernosa, Bryopsis sp (Chlorophyta), Achanthopora dendroides, Gracilaria salicornia, Polysiphonia sp, hypnea sp (Rhodophyta), dan Padina australis (Phaeophyta). Jenis lain yang diperoleh dari koleksi bebas, yaitu : Eucheuma spinosum, dan Sargassum binderi. Kerapatan tertinggi diduduki oleh Dictyosphaeria cavernosa sebanyak 6 g/m2, dan didominasi oleh Padina australis (Phaeophyta),  Substrat dasar adalah pasir berbatu. Di pulau Pasir dijumpai Ulva lactuca, Bornetella nitida, Bryopsis sp, chaethomorpha crassa (Chlorophyta), Acanthophora dendroides, Gelidiella acerosa, Hypnea sp, Gracilaria salicornia, Gelidiella sp (Rhodophyta), dan Padina australis (Phaeophyta). Kerapatan tertinggi oleh Acanthophora dendroides sebanyak 35 g/m2, didominasi oleh Padina australis, substrat dasarnya pasir berbatu.

Hasil yang diperoleh dari pulau kelapan ditemukan 12 spesies yang terdiri dari : Padina australis, Sargassum polycistum,  Dictyota dichotoma (Phaeophyta), Ulva lactuca, Neomeris anulata, Dictyosphaeria cavernosa, Caulerpa racemosa, Halimeda opuntia (chlorophyta), Gracilaria salicornia, Hypnea sp, Acanthopora specifera, Gracilaria edulis (Rhodophyta). Kerapatan tertinggi dan didominasi oleh Sargassum polycistum sebanyak 974 g/m2. Dari koleksi bebas diperoleh tambahan tiga spesies, yaitu : Halymenia sp, Ulva lactuca dan Chaetomorpha crassa. Substratnya terdiri dari batu berpasir. Di pulau Seniur diperoleh sembilan spesies, yaitu : Padina australis (Phaeophyta), Bornotella nitida, Ulva lactuca, Neumeris anulata (Chlorophyta), Gellidium rigidum, Glasilaria salicornia, Acanthophora specifera, Acanthopora dendroides, dan Hypnea sp (Rhodophyta). Kerapatan tertinggi dan didominasi  oleh Padina australis sebanyak 72 g/m2. Substratnya terdiri dari batu berpasir.

Di pulau Liat, diperoleh hasil 12 spesies, yaitu : Halimeda opuntia, Bodlea composita,Ulva lactuca, Neumeris anulata, Udotea geppii,Chaetomorpha crassa (Chlorophyta), Padina australis, Sargassum polycistum, Sargassum echinicarpum, Sargassum binderi, Turbinaria ornata (Phaeophyta), dan Gracilaria salicornia (Rhodophyta). Kerapatan tertinggi dan dominasi diduduki oleh Halimeda opuntia sebesar 416 g/m2. Jenis lain yang diperoleh dari koleksi bebas, yaitu : Avrainvillea flabellum, caulerpa sertularoides, dan caulerpa racemosa. Substratnya terdiri dari pasir berbatu dan terdapat Enhalus (seagrass). Panen tegakan dilakukan pada hamparan rumput laut (Algae) Sargassum, diperoleh empat jenis Phaeophyta yaitu : Sargassum polycistum dengan kerapatannya 1555 g/m2, Sargassum echinocarpum dengan kerapatan 906 g/m2, Sargassum binderi dengan kerapatan 899 g/m2, dan turbinaria ornata dengan kerapatan 7 g/m2, total biomassa 3367 g/m2.  Di pulau celaka ditemukan 18 spesies, yaitu : Padina australis, Sargassum polycistum, Sargassum echinocarpum, Sargassum binderi, Turbinaria ornata, Hormophysa triquetra, Dictyota dichotoma (Phaeophyta), Neumeris anulata, Halimeda macroloba, Caulerpa racemosa, Chaetomorpha crassa, Borgesenia forbessi (Chlorophyta), Gracilaria salicornia, Gelinium crinale, Hypnea sp, Gracilaria echeumoides, Gracilaria edulis, Gracilaria acerosa (Rhodophyta). Kerapatan tertinggi diduduki oleh Sargassum polycistum sebanyak 655 g/m2, dan didominasi oleh Padina australis. Jenis lain yang diperoleh Codium gepii, Dictyosphaeria cavernosa.  Substratnya terdiri dari pasir berbatu, Panen tegakan pada hamparan pertumbuhan Sargassum , diperoleh 15 jenis ,yang terdiri dari : Phaeophyta yaitu Padina australis dengan kerapatan 105g/m2, sargassum polycistum 1195 g/m2, Sargassum echinocarpum 388 g/m2, Sargassum binderi 431 g/m2, Turbinaria ornata 7 g/m2, Hormophysa triquetra 96 g/m2, Dictyota dichotoma 5 g/m2, Chlorophyta yaitu Halimeda macroloba dengan kerapatan31 g/m2, caulerpa rasemosa 10 g/m2, Boergesenia forbesi 1 g/m2, Rhodophyta yaitu Gelidium crinale 10 g/m2, Gracilaria eucheumoides 115 g/m2, Gracilaria edulis 12 g/m2, dan Gelidiela acerosa 4 g/m2.

Dari empat lokasi yang diteliti kekayaan jenis masing-masing lokasi tidak jauh berbeda. Di di Pulau Ketawai ada 10 spesies, pulau Yuhara delapan spesies, pulau Pasir 10 spesies, pulau Kelapan 12 spesies, pulau Seniur sembilan spesies, pulau liat 12 spesies, pulau Celaka sebanyak 18 spesies. Tampak bahwa pulau kelapan mempunyai kekayaan jenis yang lebih tinggi dari pulau-pulau yang lainnya. Meskipun seperti tidak berbeda dalam kekayaan jenis, namun kerapatan dan dominasi menunjukkan perbedaan yang signifikan. Di Tanjung Melala, kerapatan tertinggi yaitu jenis Halimeda opuntia sebesar 424 g/m2 tetapi didominasi oleh Sargassum polycistum. Di perairan timur Bangka yaitu pulau Ketawai, kerapatan tertinggi dan dominasinya yaitu dari Spesies Padina australis sebanyak 147 g/m2, di pulau Yohara kerapatan tertinggi yaitu Dictyosphaeria cavernosa sebanyak 6 g/m2, tetapi didominasi oleh spesies Padina australis (Phaeophyta). Sedangkan di pulau pasir, kerapatan tertinggi dari spesies  Acanthophora dendroides sebanyak 35 g/m2 tetapi didominasi oleh spesies Padina australis. Di pulau Kelapan kerapatan jenis dan dominasi oleh spesies sargassum polycistum sebanyak 974 g/m2. Sedangkan di pulau Seniur Kerapatan tertinggi dan didominasi  oleh Padina australis sebanyak 72 g/m2.  Di pulau Liat Kerapatan tertinggi dan dominasi diduduki oleh Halimeda opuntia sebesar 416 g/m2, sedangkan di pulau Celaka Kerapatan tertinggi diduduki oleh Sargassum polycistum sebanyak 655 g/m2. Tetapi didominasi oleh Padina australis.

Di tanjung Melala, pada jarak 40 meter sudah mulai ditemukan Acanthophora dendroides . Acanthophora specifera, Turbinaria ornata, Gelidium crinale dan Gelidiela acerosa ditemukan pada jarak 120 meter, pada jarak 130 ditemukan  lima spesies, yaitu Gelidiela sp, Gelidiela acerosa, Sargassum polycistum, Padina austaralis, dan Halimeda opuntia. Sedangkan pada kedalaman 140, ditemukan empat spesies, yaitu Gelidiela acerosa, Sargassum polycistum, Padina austaralis, dan Halimeda opuntia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa zonasi pertumbuhan rumput laut yaitu pada jarak 120 sampai 140 meter dari garis pantai. Sedangkan di pulau ketawai zonasi pertumbuhan rumput laut dimulai dari jarak 100 sampai 140 meter dari garis pantai, karena didaerah ini memiliki banyak spesies yang tumbuh, yaitu : Borgesenia forbesi, Dictyosphaeria cavernosa, Hypnea sp, Gelidiela sp, Polysiphonia sp, Acanthophora dendroides, Gracilaria Salicornia, Acanthophora specifera, dan Padina australis. Di pulau Yohana pada zonasi 10-30m sudah ditemukan algae yaitu Bornotella nifida, Dyctiosperia carnosa, Bryopsis sp, Achanthopora dendroides, Grasilaria salisinia, Padina australis, sedangkan pada zonasi 50-60 m jenis algae yang ditemukan masih sama seperti jenis yang didapatkan pada zonasi 10-30 m. Pada zoonasi 70-80 m tidak ditemukan algae tetapi ditemukan lagi pada zonasi 90-100 m yaitu jenis Grasilaria salicornia, Polysifhonea sp, Hypnea sp, Padina australis. Pada zonasi 110-150 m yang ditemukan hanya jenis Padina australis Pada plot ke-12.

Di stasiun pengamatan pulau pasir, algae baru ditemukan pada zonasi 50-80 m, yaitu jenis Bryopsis sp, Chaethomorpha erassa, Hypnea sp dan Padina australis. Pada zonasi 90-110 m tidak ditemukan algae, ditemukan kembali pada zonasi 120-150 m, yaitu algae jenis Ulva lactuca, Bornetella nifida, Acanthophora dendroides, Gelidiela acerosa, Grasilaria salicornia, Gelidiella sp dan Padina australis. Pada lokasi pulau kelapan, zonasi  rumput laut (seaweed) terdapat pada jarak 20 sampai 100 meter dari garis pantai, yaitu jenis-jenis Padina australis, Sarrgasum polycitum, ulva lactuca, neumeris anulata, dicthyospora cavernosa, caulerva racemosa, halimeda opuntia, gracilaria salicornia, hypnea sp,  acanthopora specifera, dan Gracilaria eduli. Sedangkan pada jarak 110 sampai 130 tidak ditemukan algae, tetapi ditemukan lagi pada jarak 140 meter dari garis pantai.

Di pulau seniur, rumput laut sudah mulai ditemukan pada zonasi 10 sampai 60 meter yaitu spesies Padina australis, Bormotella nifida, Neumerus anulata, Gracilaria salicornia, dan Acanthopora dendroides, tetapi tidak ditemukan lagi pada jarak 50 sampai 90 meter. Sedangkan pada jarak 100 sampai 130 meter ditemukan kembali jenis-jenis Padina australis, Ulva lactuca, Bormotella nifida, Gracilaria salicornia, Gelidium nigidum dan Acanthopora dendroides.

Di pulau Liat, rumput laut mulai ditemukan pada jenis Halimeda opuntia pada jarak 30, 80, 110,140, dan 150 meter dari garis pantai, dan Numeris anulata pada jarak 40.50 meter. Tetapi tidak lagi ditemukan rumput laut pada 60 sampai 70 meter. Sedangkan pada kedalaman 140 sampai 160 ditemukan spesies Gracilaria salicornia. Sedangkan pada lokasi pulau Celaka, zonasi pertumbuhan rumput laut dimulai dari jarak 10 sampai 100 meter, dan didominasi oleh spesies Padina australis dan spesies Sargassum polycistum mulai banyak pada jarak 80 sampai 100 meter didepan garis pantai.

KESIMPULAN
-          Terdapat 33 spesies yang ditemukan yang terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas Chlorophyta, yang terdiri dari 11 spesies, yaitu : Halimeda opuntia, Bryopsis sp, Dichtyospheria cavernosa, Bornotela nifida, Ulva lactuca, chaetomorpha crassa, Neumeris anulata, Caulerva racemosa, Bodlea composita, Udotea geppii, Halimeda macroloba. Jenis Rhodophyta juga terdiri dari 13 spesies, yaitu : Acanthopora dendroides, acanthopora specifera, Gelidiela sp, Gelidilum crinale, Gelidiela racemosa, boergesenia forbesi, Gracilaria salicornia, Hypnea sp, Polysiphonia sp,  Gelidium nigidum, acanthophora gracifera, Gracilaria echeumoides, dan Gracilaria edulis. Sedangkan kelas Phaeophyta terdiri dari 8 spesies, yang terdiri dari Dictyota dichotoma, Padina australis, Turbinaria ornata, Sargassum polycistum, sargassumduplicatum, sargassum echinocarpum, sargassum binderi, Hormophysa triquetra.
-          Spesies yang diperoleh dari koleksi bebas di lapangan, yaitu : Laurencia obtusa, Dictyota dichotoma, Sargassum siliquosum, Hormophysa triquetra, Porolithon sp, Sargassum polycistum, Acanthophora specifera, Amphiroa flagilisima, Bornotella nitida, Eucheuma spinosum, Sargassum binderi, Halymenia sp, Ulva lactuca,  Chaetomorpha crassa, Avrainvillea flabellum, caulerpa sertularoides, caulerpa racemosa, Codium gepii, Dictyosphaeria cavernosa.
-          Dari data yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwa di perairan bangka timur dan teluk kelabat, didominasi oleh algae jenis Padina australis, Sargassum polyticum dan Halimeda opuntia. Algae jenis ini terdapat hampir di seluruh plot di setiap stasiun penelitian.
-          Zonasi algae yang terdapat di daerah teluk kelabat dan perairan bangka timur yaitu dimulai dari 30 m tegak lurus dari garis pantai hingga 180 m atau sepanjang batas intertidal pada reef flat dan hanya terdapat pada substrat pasir, batu dan lumpur.

Transek Garis Dalam pengambilan Data Terumbu Karang

Pengambilan Data Karang
Transek garis (“Line Intercept Transect”) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menilai kondisi terumbu karang di suatu lokasi. Biota-biota dalam terumbu karang tersebut dimasukkan kedalam beberapa kategori berdasarkan bentuk pertumbuhan (benthic lifeform) sehingga metode ini juga disebut dengan metode “benthic lifeform” atau bahkan disebut dengan metode lifeform saja.

Beberapa keuntungan dari Pengguna metode ini antara lain :
  • Pengelompokkan biota ke dalam beberapa kategori mempermudah peneliti atau orang dengan kemampuan terbatas untuk identifikasi terumbu karang.
  • Metode ini merupakan metode sampling untuk menghitung persentase tutupan biota yang sangat efisien dan dapat dipercaya.
  • Hanya memerlukan sedikit peralatan dan relatif sederhana dalam penerapannya.
Dalam melakukan transek garis dengan metode benthic lifeform ini, tidak hanya ditekankan pada terumbu karangnya saja akan tetapi meliputi seluruh biota yang berasosiasi dengan ekosistem tersebut (seperti alga, spong, dan biota lainnya) disamping itu juga dapat digunakan untuk analisis faktor abiotiknya

PENGERINGAN IKAN

BAB I
PENDAHULUAN

             
              Puji syukur kita ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita kenikmatan hidup dan umur panjang  dan tak lupa pula kita panjatkan  salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SWA yang telah membawa kita dari Alam kebodohan ke alam yang serba penuh dengan ilmu pengetahuan ini. Dalam rangka memperbaiki hasil nilai akhir untuk mata kuliah Satuan Operasi maka oleh dosen bidang studi yaitu bapak Indra Sakti STP, saya diberikan tugas untuk menyelesaikan sebuah makalah dengan judul Pengeringan ikan, tugas ini yang pastinya akan saya kerjakan dengan sungguh sungguh, guna mencapai hasil yang maksimal.
              Pengeringan didefinisikan sebagai pemanasan bahan dalam lingkungan yang terkendali untuk membuang sebagian besar besar air yang terkandung pada bahan melalui peristiwa penguapan (atau dalam kasus pengeringan beku adalah sublimasi). Definisi ini tidak mencakup cara cara pengurangan kandungan air bahan yang lain seperti pemisahan secara mekanis, penggunaan membrane, penguapan, dan juga pemangangan yang juga mengurangi kadar air bahan meskipun tidak sebanyak pengeringan.
              Produksi ikan bersifat musiman terutama ikan laut. Dengan demikian pada suatu saat produksi ikan sangat melimpah sedang pada waktu yang lain sangat rendah. Tidak heran bila pada saaat produksi sangat melimpah banyak ikan yang tidak dimanfaatkan sehingga menjadi busuk. Proses pembusukan ini mengakibatkan mundurnya mutu dan turunnya harga ikan. Hal ini sangat merugikan bagi nelayan atau pengusaha yang berkecimpung dalam dunia bisnis perikanan.
              Untuk mencegah proses pembusukan tersebut, perlu dikembangkan berbagai cara pengawetan dan pengolahan yang cepat serta cermat agar sebagin besar ikan yang diproduksi dapat dimanfaatkan. Dalam hal ini akan dijelaskan mengenai penanganan ikan hidup, penanganan ikan segar, pengawetan dan packing.
              Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengawetkan ikan agar dapat bertahan lama, dasar pengawetan ikan adalah memperthanakan ikan selama mungkin dengan menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme pembusuk. Hampir semua cara pengawetan akan meyebabkan berubahnya sifat – sifat ikan segar, baik itu dalam hal bau, rasa, bentuk, maupun tekstur dagingnya.
PENGERINGAN IKAN              Ada beberapa cara pengawetan yang sering dilakukan oleh para nelayan untuk mempertahankan mutu ikan, cara tersebut meliputi proses pengeringan, pengasapan penggaraman, dan fermentasi. Tetapi pada ulasan ini kita hanya membahas proses pengeringan disamping lebih efektif juga sangat sederhana. Untuk lebih jelasnya mengenai proses pengeringan ikan baik metode dan prosesnya akan kita bahas pada bab berikutnya pada makalah ini.

BAB II
PENGERINGAN IKAN

2.1  Teori Pengeringan
              Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang lalu.sebagai bahan pangan ikan mengandung zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral. Penanganan ikan setelah penangkapan atau pemanenan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Salah satu factor yang menetukan nilai jual ikan dan hasil perikanan yang lain adalah tingkat kesegarannya, mutunya, tahan lama, dan tidak cepat membusuk. (Junianto, 2003)
              Pengeringan ikan didefinisikan sebagai pemanasan ikan dalam lingkungan yang terkendali untuk membuang sebagian besar air yang terkandung pada ikan melalui peristiwa penguapan (atau dalam kasus pengeringan beku adalah sublimasi). Definisi ini tidak mencakup cara cara pengurangan kandungan air yang terkandung didalam ikan tersebut melalui cara seperti pemisahan secara mekanis, penggunaan membrane, penguapan, dan juga pemangangan yang juga mengurangi kadar air bahan meskipun tidak sebanyak pengeringan.
              Tujuan utama pengeringan ialah untuk memperpanjang umur simpan bahan dengan cara menurunkan aktivitas air ( Aw = water activity). Turunnya aktifitas air dapat menghambatbat pertumbuhan mikroba dan aktifitas yang disebabkan oleh enzim, karena suhu pemanasan tidak cukup tinggi untuk membunuh mikroba dan menon aktifkan enzim. (Fadhil, Rahmat.2005)
              Secara umum tujuan pengeringan ikan ialah :
  1. untuk mengawetkan ikan dengan cara menurunkan kadar iar didalamnya
  2. Untuk mengurangi volume dan berat ikan yang ditangani sehingga biaya penganggkutan dan penyimpanan menurun.
  3. Untuk meningkatkan kenyamanan dalam penggunaan (pada beberapa jenis produk tertentu pengeringan dikombinasi dengan instanisasi).
2.2    Kerusakan Pada Ikan
              Proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorganisme, dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun, dan mengakibatkan pembusukan cepat terjadi, perubahan yang sering terjadi ialah :
  1. Perubahan Prarigormortis.
              Perubahan ini merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar dibawah permukaan kulit, hal ini merupakan media yang ideal guna pertumbuhan mikroba.

  1. Perubahan rigormortis
              Perubahan ini merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks didalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan matisirkulasi darah berhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH ikan menurun diikuti pula dngan penurunan jumlah adenosine trifosfat (ATP) serta ketidak mampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigormortis.

  1. Proses Perubahan Karena aktivitas enzim
              Setiap sela jaringan tubuh ikan mengandung enzim yang bertindak sebagai katalisator dalam pembangunan dan penguraian kembali setiap senyawa dan zat yang merupakan komponen kimia ikan. Setelah ikan mati enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif, namun system kerja enzim menjadi tidak terkontrol karena organ pengontrol tidak berfungsi lagi. Akibatnya enzim dapat merusak organ tubuh ikan. Peristiwa ini disebut Autolisis dan berlangsung setelah ikan melewati fase rigormortis. Cirri terjadinya perubahan secara autolisis ini adalah dengan dihasilkannya amoniak sebagai hasil akhir. Proses autolisis merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya. (Rahardi. F, 2003)

  1. Perubahan karena oksidasi
              Proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging kea rah cokelat kusam. Berikut ini ialah proses pembusukan ikan ;

2.3    Proses Pengeringan Mencegah kerusakan pada ikan
              Seperti pada pengolahan komoditi lainnya yang menggunakan panas, pengeringan juga menyebabkan perubahan sifat sifat pada ikan yang dikeringkan, perubahan yang terjadi antara lain :
  1. Perubahan suhu badan
              Bila suhu pengeringan rendah perubahan suhu bahan kecil sehingga di abaikan, tetapi bila digunakan suhu tinggi perubahan suhu yang terjadi cukup untuk mengubah sifat sifat bahan yang dikeringkan seperi pematangan, warna, denaturasi protein, dan lain lain.

  1. Pengkerutan
              Ikan dengan kandungan air yang tinggi akan mengkerut bila dikeringkan pada tekanan atmosfir karena keluarnya air dari dalam jaringan, oleh karena itu bila pengkerutan tidak diinginkan pengeringan dilakukan pada tekanan rendah misalnya Feeze Drying.

  1. Kerusakan Gizi
              Kerusakan gizi akibat pemanasan dan kerusakan yang disebabkan oleh reaksi yang terjadi selama proses pengeringan.

              Pada tekanan atmosfir pengeringan ikan dapat dilakukan dalam bentuk tumpukan atau aliran bahan. Berdasarkan pindah panas yang terjadi selama proses pengeringan ikan dapat dikategorikan pindah panas konveksi, konduksi, atau pemanasan dielektrik. Jenis jenis pengeringan ikan  mekanis yang diterapkan dalam industri perikanan antara lain :
  1. Pengeringan ikan pada tekanan atmosfir yang cocok digunakan pada berbagai jenis ikan.
  2. Pengeringan ikan dengan cara dikeringkan dalam terowongan atau diatas ban berjalan dimana aliran bahan dan udara panas dapat searah atau berlawanan arah. Cocok untuk produksi ikan dengan skala besar.
  3. Pengeringan ikan dengan cara Prinsip Osmosis  misalnya bahan direndam dalam larutan garam kemudian dikeringkan atau dilakkan prose penjemuran.
  4. Pengeringan dengan cara dimasukkan kedalam ruangan yang bertekanan tinggi sehingga kadar air bahan dapat menghilang karena panas yang tinggi.

              Pemilihan alat pengering tergantung pada bahan yang dikeringkan bentuk akhir produk yang diinginkan, pertimbangan ekonomi, dan frekuensi pemakaian. Sedangkan penggunaan alat pengering dikatakan berhasil bila produknya mempunyai rasa, bau, dan penampilan yang baik, mutu tidak berkurang jauh, harga bersaing dengan cara pengawetan lainnya.
              Pengeringan mencakup pemanasan secara simultan dan pengurangan kandungan air dari bahan. Fenomena penting yang terjadi selama proses pengeringan adalah pindah panas dan pindah massa, dan banyak factor yang turut mempengaruhi laju keduanya dalam pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara memanaskan udara disekitar bahan atau dengan memanaskan permukaan bahan langsung.
              Metode pengeringan dengan udara panas merupakan cirri khas dari Pengeringan Kapasitas udara untuk mengambil air dari bahan dan membuangnya ke luar tergantung pada suhu dan kelembabannya (uap air yang sudah berada didalamnya). Kandungan uap air dalam udara diekspresikan dengan kelembaban absolute yaitu berat uap air per unit udara kering (kg/kg) atau dalam kelembaban relative (RH) yaitu rasio tekanan parsial uap air dalam udara dengan suhu tertentu dan tekanan uap air jenuh pada suhu yang sama, dikalikan dengan 100 %. Suhu yang biasa diukur menggunakan thermometer gelas yang berisi air raksa atau alcohol, dikenal dengan bola kering atau disebut dengan suhu udara.


2.4    Mekanisme Pengeringan Ikan
              Tujuan pengeringan ikan ialah untuk menguragai kadar air yang ada didalam daging ikan sampai kegiatan mikroorganisme pembusuk serta enzim yang meyebabkan pembusukan terhenti. Akibatnya ikan dapat disimpan cukup lama sebagai bahan makanan. Pengeringan ikna ini umumnya disertai dengan pengaraman sehingga ikan kering itu terasa asin. Maksud penggaraman sebelum ikan dikeringkan yaitu untuk menyerap kadar air dari permukaan ikan dan mengawetkannya sebelum tercapai tingkat kekeringan serta dapat menghambat aktivitas mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung. Batas   kadar  air  yang  diperlukan  dalam tubuh ikan kira kira
20 – 35 % agar perkembangan mikroorganisme pembusuk bisa terhenti.
              Ketika udara panas dihembuskan pada bahan pangan Khususnya disini ialah ikan yang basah panas dipindahkan dari udara ke permukaan bahan dan panas laten penguapan menyebabkan air yang ada pada permukaan bahan pangan tadi menguap. Uap air berdifusi melalui lapisan tipis udara di sekeliling  permukaan bahan dan terbawa bersama hembusan udara yang mengenai bahan. Penguapan air pada permukaan menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan uap air di permukaan  dan didalam bahan, demikian juga antara permukaan bahan dan udara sekeliling bahan. Perbedaan tekanan uap air inilah yang menyebabkan adanya aliran air dari dalam bahan. Perbedaan tekanan uap air inilah yang menyebabkan adanya aliran air dari dalam bahan pangan yang dikeringkan ke permukaan, selanjutnya diuapkan ke udara. Pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan melalui mekanisme sebagai berikut :
  1. Pergerakan Cairan terjadi dalam saluran kapiler.
  2. cairan berdifusi karena perbedaan konsentrasi bahan bahan terlarut pada bagian bagian yang berbeda dari bahan pangan.
  3. Cairan juga berdifusi karena penyerapan oleh bagian padat dari bahan pangan yang terdapat pada permukaan.
  4. Air dalam bentuk uap juga berdifusi dalam ruang ruang udara di dalam bahan pangan akibat perbedaan tekanan uap air.

              Sebagai sampel dapat kita ambil contoh pengeringan ikan Asin/Teri dengan metode yang masih sedehana dengan cara menjemur dan memanfaatkan panas matahari serta  berikut Metode Pengeringan ikan Teri secara skematis :


              Mungkin kita masih bertanya mengapa proses penggaraman masih dilakukan pada mekanisme pengeringan, fungsi garam dalam pengawetan/ pengeringan ikan ialah untuk meyerap air dari dalam daging ikna sehingga aktivitas bakteri aklan terhambat. Selain itu larutan garam juga menyebabkan proses osmose pada sel sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang mengakibatkan kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirnya bakteri/ mikroorganisme. Umumnya semua jenis ikan dapat diawetkan dengan cara ini. Disamping proses penggaraman, ada proses lainnya yang juga jika dilakukan pada proses pengeringan ikan akan memberikan dampak yang bagus unatu hasil pengeringan, proses tersebut adalah proses pengasapan.
              Tujuan pengasapan dalam pengeringan ikan ialah untuk mengawetkan dan memberi warna serta rasa keasp asapan yang khusus pada ikan. Panas dari asap yang tinggi bisa menghentikan aktivitas mikroba pembusuk dan enzim – enzim perusak dalam daging sehingga proses pembusukan dapat dicegah.
              Selama proses pengeringan ikan berlangsung ada waktu penyesuaian di mana panas digunakan untuk meningkatkan suhu permukaan bahan, sama seperti untuk memanaskan thermometer bola basah. Setelah terjadi proses pengeringan yang berarti terjadi penguapan sehingga air dalam bahan bergerak ke permukaan untuk menghentikan air yang telah menguap, dengan laju yang sama, sehingga permukaan ikan yang dikeringkan selalu basah. Periode ini disebut periode laju konstan, dan berlanjut hingga kadar air kritis pada ikan yang dikeringkan tercapai. Namun demikian dalam prakteknya permukaan bahan yang berbedadikeringkan dengan laju yang berbeda pula, sehingga secara keseluruhannya laju pengeringan juga menurun sedikit demi sedikit selama perode laju pengeringan konstan. Jadi titik kritis tidak sama pada semua bahan. Selain juga tergantung pada jumlah bahan dan laju pengeringan. Tiga factor pentinh untuk menjaga pengeringan terjadi dengan laju yang konstan :
1.      Suhu bola kering cukup tinggi namun tidak terlalu tinggi.
2.      RH rendah.
3.      Aliran udara cukup tinggi.

              Jadi ketiga factor tersebut diatas sangat mempengaruhi pengeringan ; berikut ini ialah kurva yang mmemperlihatkan laju pengeringan :



              Pengeringan yang normal biasanya mengikuti cara yang diperlihatkan oleh kurva diatas pertama – tama Ikan yang akan dikeringkan kan sudah di beri perlakuan kemudian mengikuti laju peneringan yang pertama yaitu pemanasan dimana penguapan terjadi kemudian mengikuti laju konstan proses penguapan masih berlangsung disini kemudian laju pengeringan masih berlangsung pada proses laju menurun I kadar air yang ada didalam ikan mulai menurun, kemudian proses terakhir ialah laju menurun yang ke II atau terakhir dimana disini kadar air sudah menhilang sekitar 90 persen, dan hasil pengeringan yang cocok ialah 5 hari jika semua proses berjalan secara sempurna.


BAB III
KESIMPULAN

              Tujuan pengeringan ikan ialah untuk menguragai kadar air yang ada didalam daging ikan sampai kegiatan mikroorganisme pembusuk serta enzim yang meyebabkan pembusukan terhenti. Akibatnya ikan dapat disimpan cukup lama sebagai bahan makanan. Pengeringan ikna ini umumnya disertai dengan pengaraman sehingga ikan kering itu terasa asin. Maksud penggaraman sebelum ikan dikeringkan yaitu untuk menyerap kadar air dari permukaan ikan dan mengawetkannya sebelum tercapai tingkat kekeringan serta dapat menghambat aktivitas mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung. Batas   kadar  air  yang  diperlukan  dalam tubuh ikan kira kira
20 – 35 % agar perkembangan mikroorganisme pembusuk bisa terhenti.
              Perbedaan tekanan uap air inilah yang menyebabkan adanya aliran air dari dalam bahan pangan yang dikeringkan ke permukaan, selanjutnya diuapkan ke udara. Pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan melalui mekanisme sebagai berikut :
  1. Pergerakan Cairan terjadi dalam saluran kapiler.
  2. cairan berdifusi karena perbedaan konsentrasi bahan bahan terlarut pada bagian bagian yang berbeda dari bahan pangan.
  3. Cairan juga berdifusi karena penyerapan oleh bagian padat dari bahan pangan yang terdapat pada permukaan.
  4. Air dalam bentuk uap juga berdifusi dalam ruang ruang udara di dalam bahan pangan akibat perbedaan tekanan uap air.

              fungsi garam dalam pengawetan/ pengeringan ikan ialah untuk meyerap air dari dalam daging ikna sehingga aktivitas bakteri aklan terhambat. Selain itu larutan garam juga menyebabkan proses osmose pada sel sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang mengakibatkan kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirnya bakteri/ mikroorganisme
             
              Secara umum tujuan pengeringan ikan ialah :
  1. untuk mengawetkan ikan dengan cara menurunkan kadar iar didalamnya
  2. Untuk mengurangi volume dan berat ikan yang ditangani sehingga biaya penganggkutan dan penyimpanan menurun.
  3. Untuk meningkatkan kenyamanan dalam penggunaan (pada beberapa jenis produk tertentu pengeringan dikombinasi dengan instanisasi).

BAHAN SELENGKAPNYA DAN DAFTAR PUSTAKA SILAHKAN DOWNLOAD DIBAWAH
Password: kuliahitukeren.blogspot.com
 
© Bosan Kuliah All Rights Reserved