Tampilkan postingan dengan label PENGERTIAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PENGERTIAN. Tampilkan semua postingan

PENGERTIAN POPULASI DAN SAMPEL

Dalam suatu penelitian adakalanya peneliti meneliti semua sumber data yang direncanakan, agar data dan informasi yang diperoleh banyak dan bervariasi sehingga diharapkan hasilnya tidak jauh berbeda dari kenyataan. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak semua populasi dapat diteliti karena suatu sebab yang tidak memungkinkan. Penelitian ilmiah boleh dikata hampir selalu hanya dilakukan terhadap sebagian saja dari hal-hal yang sebenarnya hendak diteliti.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.
Misalnya akan dilakukan penelitian di lembaga X, maka lembaga X ini merupakan populasi. Lembaga X mempunyai sejumlah orang/subyek dan obyek yang lain. Hal ini berarti populasi dalam arti jumlah/kuantitas. Tetapi lermbaga X juga mempunyai karakteristik orang-orangnya, misalnya motivasi kerjanya, disiplin kerjanya, kepemimpinannya, iklim organisasinya dan lain-lain. Juga mempunyai karakteristik obyek yang lain, misalnya kebijakan, prosedur kerja, tata ruang produk yang dihasilkan dan lain-lain. Yang terakhir berarti populasi dalam arti karakteristik. Satu orangpun dapat digunakan sebagai populasi, karena satu orang mempunyai berbagai karakteristik, misalnya gaya bicaranya, disiplin pribadi, hobi, cara bergaul, kepemimpinannya dan lain-lain. Misalnya akan melakukan penelitian tentang kepemimpinan presiden Y, maka kepemimpinan itu merupakan sample dari semua karakteristik yang dimiliki presiden Y. Jadi sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi ( Sugiyono, 2002:57 ).

PENGERTIAN PENDIDIKAN FORMAL DAN PENDIDIKAN NON FORMAL

Pendidikan jalur formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk didalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.  Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan pengertian pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (Undang Undang No 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (11) dan Ayat (13).
Pendidikan jalur  formal merupakan bagian dari pendidikan nasional yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, demokratis, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan kreatif, serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas dan berdaya saing di era global.
PENDIDIKAN NON FORMAL 
Hasil kajian Tim reformasi pendidikan dalam konteks Otonomi daerah (Fasli Jalal, Dedi Supriadi. 2001) dapat disimpulkan bahwa apabila pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) ingin melayani, dicintai, dan dicari masyarakat, maka mereka harus berani meniru apa yang baik dari apa yang tumbuh di masyarakat dan kemudian diperkaya dengan sentuhan-sentuhan yang sistematis dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Strategi itulah yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan oleh pendidikan luar sekolah dalam membantu menyediakan pendidikan bagi masyarakat yang karena berbagai hal tidak terlayani oleh jalur formal/sekolah. Bagi masyarakat yang tidak mampu, apa yang mereka pikirkan adalah bagaimana hidup hari ini, karena itu mereka belajar untuk kehidupan; mereka tidak mau belajar hanya untuk belajar, untuk itu masyarakat perlu didorong untuk mengembangkannya melalui Pendidikan nonformal berbasis masyarakat, yakni pendidikan nonformal dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat.
Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan pengertian pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan yang menyediakan layanan pendidikan non-formal di Indonesia, yaitu:
a.      Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BP-PLSP) : adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional di bidang pendidikan luar sekolah. BP-PLSP mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan program 23 serta fasilitasi pengembangan sumberdaya pendidikan luar sekolah berdasarkan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional.
b.      Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB): adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi di bidang pendidikan luar sekolah. BPKB mempunyai tugas untuk mengembangkan model program pendidikan luar sekolah sesuai dengan kebijakan Dinas Pendidikan Propinsi dan kharakteristik propinsinya.
c.       Sanggar Kegiatan Belajar (SKB): adalah unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di bidang pendidikan luar sekolah (nonformal). SKB secara umum mempunyai tugas membuat percontohan program pendidikan nonformal, mengembangkan bahan belajar muatan lokal sesuai dengan kebijakan dinas pendidikan kabupaten/kota dan potensi lokal setiap daerah.
d.      Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM): suatu lembaga milik masyarakat yang pengelolaannya menggunakan azas dari, oleh dan untuk masyarakat. PKBM ini merupakan wahana pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat sehingga mereka semakin mampu untuk memenuhi kebutuhan belajarnya sendiri. PKBM merupakan sumber informasi dan penyelenggaraan berbagai kegiatan belajar pendidikan kecakapan hidup sebagai perwujudan pendidikan sepanjang hayat.
e.      Lembaga PNF sejenis: adalah lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, yang memberikan pelayanan pendidikan nonformal berorientasi life skills/keterampilan dan tidak tergolong ke dalam kategori-katagori di atas, seperti; LPTM, Organisasi Perempuan, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
Dalam hal ini perlu disadari bahwa pengembangan masyarakat itu akan lancar apabila di masyarakat itu telah berkembang motivasi untuk membangun serta telah tumbuh kesadaran dan semangat mengembangkan diri ditambah kemampuan serta ketrampilan tertentu yang dapat menopangnya, dan melalui kegiatan pendidikan, khususnya pendidikan nonformal diharapkan dapat tumbuh suatu semangat yang tinggi untuk membangun masyarakat desanya sendiri sabagai suatu kontribusi bagi pembangunan bangsa pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKANYA KLIK DISNI

PENGERTIAN PENDIDIKAN

Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiaannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie bararti bimbingan atau  pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi lebih dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
Menurut Depdikbud (1996:93), pembangunan pendidikan pada dasarnya adalah proses untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, dalam proses itu ada jalinan erat antara orang yang mengajar dan orang yang belajar. Selanjutnya proses tersebut disebut proses belajar mengajar dan path hakikatnya dalam proses itu akan terjadi proses transformasi nilai-nilai baru.
UUD 1945 pasal 28 mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia” setiapa warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Berdasarkan amanat tersebut berbagai upaya telah dilakukan termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Tahun yang mulai dilaksanakan pada tahun 1994.
Pendidikan adalah merupakan bagian dari upaya untuk membantu manusia memperoleh kehidupan yang bennakna hingga diperoleh suatu kebahagiaan hidup, balk secara individu maupun kelompok. Sebagai proses, pendidikan memerlukan sebuah sistem yang terprogram dan mantap, serta tujuan yang jelas agar arah yang dituju mudah dicapai. Pendidikan adalah upaya yang disengaja. Makanya pendidikan merupakan suatu rancangan dan proses suatu kegiatan yang memiliki landasan dasar yang kokoh, dan arah yang jelas sebagai tujuan yang hendak dicapai. (Jalaluddin, 2002:81).
Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.  Dalam mendukung Sistem Pendidikan Nasional tersebut pemerintah Indonesia telah mencanangkan Program Wajib Belajar sejak 2 mei 1994, diselenggarakan selama 21 enam tahun di sekolah dasar (SD) atau yang sederajat dan setara dengan SD dan tiga tahun di sekolah menengah pertama (SMP).  Namun efektivitas program ini masih patut dipertanyakan karena masih tingginya angka putus sekolah, hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan yang cukup mendasar antara wajib belajar yang diterapkan di Indonesia dan wajib belajar yang diselenggarakan di negara maju.  Ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di negara maju (compulsory education) adalah sebagai berikut: a). Ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah; b). Diatur dengan undang-undang wajib belajar; c). Tolak ukur keberhasilan program adalah tidak adanya orang tua yang terkena sanksi karena telah mendorong anaknya bersekolah; d). Ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah.  Sedangkan ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di Indonesia (universal primary education) adalah sebagai berikut: a).tidak bersifat paksaan ; b). Tidak diatur dengan undang undang tersendiri ; c). Keberhasilan diukur dari angka partisipasi dalam pendidikan dasar; d). Tidak ada sanksi hukum bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak bersekolah (Suwarso dan Suyoto, 1994).
Menurut UNESCO diacu dalam Suryani (2004) ada enam pilar pembelajaran pendidikan yang direkomendasikan di abad mendatang yang sebagian bahkan semua pilar tersebut sedang dan sudah dipraktikan di negara maju, sedangkan di negara berkembang termasuk di Indonesia masih lebih banyak dalam wacana.  Enam pilar pendidikan tersebut antara lain (a) Learning to know, (b) learning to do, (c) learning to be, (d) learning to live together, (e) Learn how  to learn, (f) Learning throughout life.
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (3) tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional Indonesia diartikan sebagai keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Ketiga jenis jalur pendidikan tersebut dapat saling melengkapi dan memperkaya. 
Pendidikan dapat diartikan secara luas, dan merupakan suatu proses pembelajaran yang dapat dimana saja. Pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan nonformal sudah dilakukan sejak manusia lahir. Pembelajaran sejak manusia lahir juga merupakan pendidikan. Proses pembelajaran ini tidak berarti sampai disana. Apabila sudah waktunya, manusia akan menginjak pendidikan formal walaupun pendidikan nonformal tetap dilakukan oleh sebagian orang untuk memperbesar kapasitas diri (Fattah, 2004:77).
DAFTAR PUSTAKA
Alfian (2005). “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Pendidikan Terhadap Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan Penduduk Di Kabupaten Aceh Besar”. Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam. Banda Aceh.
Ben Hasan, T Iskandar. (2003). “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk Provinsi NAD. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol 2, No 1:132-152
Chuzaimah Batubara. 2005. Kesetaraan Dalam (Keterbelakangan) Pendidikan. Pusat Penelitian IAIN Sumatera Utara.
Chow, Gregory C dan Yen Shen. (2005). “Demand for Education in China. Journal Economic Research. Peking University, Beijing, China.
Danim, Sudarwa. (2003). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Pustaka Setia. Bandung.
Depdikbud, (1996). Dampak Pembanguan Pendidikan Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat di Yokyakarta. Jakarta.
Fattah, Nanang (2004). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Imron, masyuri. 2003 “kemiskinan dalam Masyarakat Nelayan” dalam Jurnal  masyarakat dan budaya. PMB –LIPI.
Jalaluddin.2002.Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kusnadi. (2002). Nelayan Strategi Adaptasi dan jaringan Sosial. Humaniora Utama Press. Bandung.
Mulyono (2000). Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pedagang Kaki Lima di Sumatra Barat. Dalam Jurnal Universitas Kristen.
Sastrawidjaya. dkk. 2002. Nelayan Nusantara. Pusat Riset Pengolahan Produk Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Satria, A.  2001. Dinamika Modernisasi Perikanan Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Bandung: Humaniora Utama Press.
Suryani, N. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Cidesindo

PENGERTIAN PENGANGGURAN DAN JENIS PENGANGGURAN

Tiap negara dapat memberikan definisi yang berbeda mengenai definisi pengangguran. Nanga (2005: 249) mendefinisikan pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif tidak sedang mencari pekerjaan. Dalam sensus penduduk 2001 mendefinisikan pengangguran sebagai orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (BPS, 2001: 8).
Menurut Sukirno (2004: 28) pengangguran adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian yang secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya. Selanjutnya International Labor Organization (ILO) memberikan definisi pengangguran yaitu:
1.      Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan.
2.      Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri) yang selama periode tertentu secara terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain atau masih bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan (BPS, 2001: 4).
Sedangkan menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) menyatakan bahwa:
1.      Setengah pengangguran terpaksa adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu yang masih mencari pekerjaan atau yang masih bersedia menerima pekerjaan lain.
2.      Setengah pengangguran sukarela adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu namun tidak mencari pekerjaan dan tidak bersedia menerima pekerjaan lain (BPS, 2000: 14).
Berdasarkan kepada faktor-faktor yang menimbulkannya, pengangguran dibedakan kepada tiga jenis, yaitu (Simanjuntak, 1998: 14):
1.      Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi akibat kesenjangan waktu, informasi, maupun kondisi geografis antara pencari kerja dan lowongan kerja.
2.      Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi karena pencari kerja tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang ada.
3.      Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim. Pengangguran berkaitan dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian.
Untuk mengelompokkan masing-masing pengangguran tersebut perlu diperhatikan dimensi-dimensi yang berkaitan dengan pengangguran itu sendiri, yaitu (Bakir, 1984: 35):
1.      Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi makanan).
2.      Waktu (banyak di antara mereka yang bekerja ingin bekerja lebih lama).
3.      Produktivitas (kurangnya produktivitas seringkali disebabkan oleh kurangnya sumber daya komplementer untuk melakukan pekerjaan).
Berdasarkan dimensi di atas pengangguran dapat dibedakan atas (BPS, 2000: 8) yaitu:
1.      Pengangguran terbuka, baik terbuka maupun terpaksa. Secara sukarela, mereka tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik. Sedangkan pengangguran terpaksa, mereka mau bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan.
2.      Setengah pengangguran (under unemployment) yaitu mereka yang bekerja di mana waktu yang mereka pergunakan kurang dari yang biasa mereka kerjakan.
3.      Tampaknya mereka bekerja, tetapi tidak bekerja secara penuh. Mereka tidak digolongkan sebagai pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah:
-    Pengangguran tak kentara (disguised unemployment).
-    Pengangguran tersembunyi (hidden unemployment).
-    Pensiunan awal.
Daftar Pustaka


Badan Pusat Statistik. (2000). Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2000.   Buku I. Jakarta: BPS.
Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Nanga, Muana. (2005). Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada.

Bakir, Zainab dan  Manning,Cris. (1984). Angkatan Kerja Indonesia. Jakarta: Rajawali.

PENGERTIAN DAN JENIS INFLASI

Berbagai definisi tentang inflasi telah dikemukakan oleh para ahli. Nanga (2001: 237) menyatakan bahwa inflasi adalah suatu gejala di mana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi. Menurut Rahardja (1997: 32) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, tetapi jika kenaikan meluas kepada sebagian besar harga barang-barang maka hal ini disebut inflasi.
Sementara itu Eachern (2000: 133) menyatakan bahwa inflasi adalah kenaikan terus-menerus dalam rata-rata tingkat harga. Jika tingkat harga berfluktuasi, bulan ini naik dan bulan depan turun, setiap adanya kenaikan kerja tidak berarti sebagai inflasi. Sedangkan Sukirno (2004: 27) memberikan definisi bahwa inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Selanjutnya BPS (2000: 10) mendefinisikan inflasi sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah atau daerah yang menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen. Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan di sisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi barang.
Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum inflasi adalah suatu gejala naiknya harga secara terus-menerus (berkelanjutan) terhadap sejumlah barang. Kenaikan yang sifatnya sementara tidak dikatakan inflasi dan kenaikan harga terhadap satu jenis komoditi juga tidak dikatakan inflasi.
Ada beberapa cara yang dikemukakan untuk menggolongkan jenis-jenis inflasi. Penggolongan pertama didasarkan pada parah atau tidaknya inflasi tersebut. Sukirno (2005: 11) membedakan beberapa macam inflasi yaitu:
1. Inflasi Merayap (inflasi yang terjadi sekitar 2-3 persen per tahun)
2. Inflasi Sederhana (inflasi yang terjadi sekitar 5-8 persen per tahun)
3. Hiperinflasi (inflasi yang tingkatnya sangat tinggi yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua kali lipat atau lebih dalam tempo satu tahun.
Sedangkan menurut Nanga (2005: 247) dilihat dari tingkat keparahannya, inflasi dapat dipilah dalam tiga kategori:
a. Inflasi sedang (moderate inflation)
Yaitu inflasi yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat, dan tidak terlalu menimbulkan distorsi pada pendapatan dan harga relatif.
b. Inflasi ganas (galloping inflation)
Yaitu inflasi yang mencapai antara dua atau tiga digit seperti 20, 100 atau 200 persen per tahun dan dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius dalam perekonomian.
c. Hyperinflasi (Hyperinflation)
Yaitu tingkat inflasi yang sangat parah, bisa mencapai ribuan bahkan milyar persen per tahun, merupakan jenis yang mematikan.

Jenis inflasi dilihat dari faktor-faktor penyebab timbulnya (Nanga, 2005: 245):
a. Inflasi tarikan permintaan
Inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan agregat (AD) yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat.
b. Inflasi dorongan biaya
Inflasi yang terjadi sebagai akibat adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi perusahaan.
c. Inflasi struktural
Inflasi yang terjadi akibat dari berbagai kendala atau kekakuan struktural yang menyebabkan penawaran menjadi tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.

Daftar Pustaka
Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Eachern, William. A. Mc. (2000). Ekonomi Makro: Pendekatan Temporer. Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat.

Rahardja, Prathama. (1997). Uang dan Perbankan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nanga, Muana. (2005). Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada.
 
© Bosan Kuliah All Rights Reserved