Tampilkan postingan dengan label ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ekonomi. Tampilkan semua postingan

CARA MENCEGAH INFLASI

CARA MENCEGAH INFLASI
Menurut Mc.Eachern (2000 : 293) cara mengatur inflasi yaitu dengan menggunakan kebijakan fiskal,moneter atau kebijakan yang menyangkut kenaikan produksi.
a.   Kebijakan Moneter
            Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar. Bank Sentral dapat mengatur uang giral melalui peralatan moneter yaitu : (1) Pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) dimana pengendalian jumlah uang beredar oleh Bank Sentral dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga. Untuk meningkatkan jumlah uang beredar, Bank Sentral menjual surat-surat berharga. Sedangkan untuk menurunkan jumlah uang beredar, Bank Sentral membeli surat-surat berharga ; (2) Penetapan Tingkat Diskonto (Discount Rate Policy) yang merupakan tingkat bunga yang ditetapkan Bank Sentral sebagai pinjaman yang diberikan kepada Bank Umum; (3) Penetapan Rasio Cadangan Wajib Minimum (Reserve Requirement) yaitu proporsi cadangan minimum yang harus dipegang  Bank umum atas simpanan masyarakat yang dimiliki. Untuk menekan laju inflasi cadangan minimum ini dinaikkan sehingga jumlah uang menjadi lebih kecil.
b.   Kebijakan Fiskal
            Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijakan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
c.   Kebijakan yang Berkaitan dengan Output
            Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang dalam negeri cenderung menurunkan harga.
d.   Kebijakan Penentuan Harga dan Indexing
            Ini dilakukan dengan penentuan harga, serta didasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik,gaji atu upah juga dinaikkan.

2.1.5.   Pengertian Nilai Tukar (Kurs)
            Perdagangan di dalam suatu negara maupun perdagangan antara satu negara dengan negara lainnya sebenarnya tidak terdapat banyak perbedaan. Perbedaan yang paling mendasar hanyalah penggunaan mata uang yang berbeda. Dengan adanya perbedaan inilah maka dibutuhkan suatu nilai tukar. Mengenai nilai tukar atau kurs valuta asing banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya masing-masing dengan cara pengungkapan atau pendefinisian yang berbeda pula, namun pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama.
            Menurut Nopirin (1997 : 137) nilai tukar ini sebenarnya merupakan semacam harga di dalam pertukaran barang. Demikian pula pertukaran antara dua mata uang yang berbeda maka akan terdapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan inilah yang sering disebut dengan kurs (exchange rate). Misalnya, kurs valuta asing (Dollar AS) adalah US $ 1= Rp 678,00 berarti bahwa Rp 678,00 dapat ditukar dengan Dollar sebanyak US $ 1 atau sama saja Rp 1,00 dapat ditukar dengan US $ 1/678.
            Lain halnya dengan menurut Todaro (1987 : 60) nilai tukar resmi dari suatu negara adalah nilai tukar dimana bank sentral bersedia untuk melakukan transaksi mata uang setempat dengan mata uang asing di pasar valuta asing yang ditunjuk. Nilai tukar resmi ini terdiri dari harga jual, harga beli dan kurs tengah.
Sedangkan menurut Salvatore (1986 : 124) medefinisikan kurs mata uang asing adalah harga dalam negeri dari mata uang luar negeri. Mata uang masing-masing negara memiliki harga yang diukur dengan mata uang negara-negara lain. Hal inilah yang disebut dengan nilai tukar (exchange rate). Selanjutnya perbedaan tingkat kurs ini timbul karena beberapa hal :
a.   Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang valuta asing/Bank
b.   Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayarannya.
c.   Perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan dalam hak pembayaran
            Kurs atau nilai tukar terbentuk melalui pertemuan antara kekuatan permintaan dan penawaran di pasar. Pasar tempat terjadinya transaksi jual beli mata uang asing disebut pasar valuta asing (foreign exchange market). Menurut Nopirin (1990 : 138) pasar valuta asing tidak hanya menyangkut kurs/harga valuta asing saja, tetapi juga pihak-pihak yang melakukan transaksi. Pihak-pihak ini antara lain : eksportir, importir, bank, padagang perantara dan bank sentral.
            Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan selalu mengalami fluktuasi (perubahan-perubahan) yang berdampak langsung pada harga barang-barang ekspor dan impor. Secara umum fluktuasi kurs terjadi melalui depresiasi dan apresiasi serta devaluasi dan revaluasi. Salvatore (1997:12) menjelaskan depresiasi (deppreciation) mengacu pada kenaikan harga valuta asing dalam satuan mata uang domestik. Sedangkan apresiasi (appreciation) mengacu pada penurunan harga valuta asing dalam satuan mata uang domestik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa depresiasi dan apresiasi dapat terjadi di dalam sistem kurs mengambang bebas.
            Selanjutnya Dornbusch dan Fisher (1997 : 170-171) menyatakan bahwa devaluasi terjadi apabila harga mata uang asing dalam sistem kurs dapat dinaikkan oleh tindakan resmi. Sedangkan  revaluasi merupakan kebalikan dari devaluasi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa devaluasi merupakan penurunan secara resmi harga mata uang domestik terhadap mata uang asing yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan revaluasi merupakan langkah kenaikan secara resmi mata uang domestik terhadap mata uang asing yang dilakukan oleh pemerintah dan berlaku dalam sistem kurs tetap
            Depresiasi pada akhirnya akan menaikkan harga barang dalam negeri akibat peningkatan ekspor baik bagi perusahan ekspor maupun substitusi impor akan menaikkan volume ekspornya, karena peningkatan harga barang (nilai domestik turun) sehingga mengurangi pasokan barang dalam negeri. Begitupula bagi perusahaan impor yang menggunakan bahan baku lebih besar dari luar negeri, tentunya akan menyebabkan kenaikan harga barang konsumsi dalam negeri, jika terlalau apresiatif maka dampaknya akan mempengaruhi penjualan ekspor, dan berakibat terancam bangkrutnya perusahaan eksportir dalam negeri. Dalam jangka panjang berakibat terjadinya defisit neraca pembayaran maupun perdagangan.

EFEK INFLASI

Efek inflasi sangat luas dan beraneka ragam serta menurunkan tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Laju tingkat pertumbuhan inflasi yang tinggi akan merusak struktur ekonomi dan melemahkan kinerja perekonomian suatu negara.
Menurut Nopirin (1987 : 32) inflasi mempunyai efek sebagai berikut :
1.   Efek terhadap pendapatan ( Equity Effects)
            Efek inflasi terhadap pendapatan bersifat tidak merata, ada yang mengalami kerugian terutama mereka yang berpenghasilan tetap dan ada pula kelompok yang mengalami keuntungan dengan adanya inflasi. Inflasi menguntungkan masyarakat yang pendapatannya ikut naik dengan adanya kenaikan harga, tetapi merugikan golongan masyarakat yang mempunyai pendapatan tetap. Hal ini disebabkan pada masa inflasi harga barang-barang dan jasa-jasa naik yang berarti turunnya nilai uang. Pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan persentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan persentase lebih besar dari laju inflasi.
2.   Efek terhadap efisiensi ( Efficiency Effects)
            Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan produksi barang ini pada gilirannya akan merubah pola alokasi faktor produksi yang sudah ada.
2.      Efek terhadap output ( Output Effects )
      Apabila laju inflasi sangat tinggi (hyper inflation) dapat menyebabkan penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak menyukai uang kas,  transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang.

UTANG PEMERINTAH INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
            Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, oleh sebab itu banyak negara yang ingin menguasai, memeras dan menguras bangsa Indonesia. Sejak kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan  pada 17 Agustus 1945, Indonesia mulai membangun negaranya agar menjadi negara yang mandiri, demi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang adil dan makmur.
            Setelah merdeka, pemerintahan Indonesia memiliki warisan utang luar negeri yang diwariskan oleh pemerintahan Hindia Belanda, walaupun utang tersebut tidak pernah dibayar oleh pemerintahan Indonesia, akan tetapi pemerintah Indonesia memiliki utang yang baru. Utang pemerintah merupakan utang yang digunakan untuk melancarkan pembangunan perekonomian Indonesia.
            Pembangunan perekonomian suatu bangsa merupakan cara yang paling pertama dilakukan oleh suatu bangsa untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat suatu bangsa. Pembangunan ekonomi suatu negara tidak hanya dapat dilakukan dengan bertekat dan semangat yang membaja dari seluruh rakyatnya untuk membangun, tetapi harus didukung juga oleh ketersediaan sumberdaya ekonomi, baik sumberdaya alam; sumberdaya manusia; dan sumberdaya modal yang produktif. Jadi, tanpa adanya daya dukung yang kuat dari sumberdaya ekonomi yang produktif, maka pembangunan ekonomi mustahil dapat dilaksanakan dengan baik dan memuaskan. Adapun kepemilikan terhadap sumberdaya ekonomi ini oleh negara-negara dunia ketiga atau negara-negara sedang berkembang tidaklah sama. Ada negara yang memiliki kelimpahan pada jenis sumberdaya tertentu, ada pula yang kekurangan.
            Indonesia merupakan termasuk salah satu negara sedang berkembang. Pemerintah Indonesia  berusaha dengan berbagai cara untuk melakukan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi demi meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat dengan sumberdaya ekonomi yang dimiliki Indonesia. Tetapi akibat dari sumberdaya ekonomi yang terbatas terutama sumberdaya modal maka pemerintah Indonesia mendatangkan pinjaman-pinjaman dari negara-negara lain untuk dapat memberikan dukungan yang cukup bagi pelaksanaan program pembangunan  ekonomi nasional. Pinjaman-pinjaman dari negara-negara lain ini tidak bersifat cuma-cuma, tetapi dengan berbagai konsekuensi baik yang bersifat komersil maupun politis.
            Pada satu sisi, datangnya pinjaman dari luar negeri tersebut dapat digunakan untuk mendukung program pembangunan ekonomi nasionol pemerintah, sehingga target pertumbuhan ekonomi nasional masyarakat meningkat. Tetapi pada sisi lain, diterimanya pinjaman dari luar dapat menimbulkan berbagai masalah dalam jangka panjang, baik ekonomi maupun politik, dan akan menjadi beban yang seolah-olah tak terlepaskan, yang justru menyebabkan berkurangnya tingkat kesejahteraan rakyat.
            Utang pemerintah sudah berawal sejak masa jabatan presiden Soekarno, dan berlanjut ke masa presiden Soeharto, BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, serta hingga sampai dengan presiden sekarang Soesilo Bambang Yudhoyono. Dalam artian bahwa sejak merdeka pemerintah Indonesia sudah memiliki pinjaman dari negara-negara lain (utang) yang wajib dibayar dan setiap pergantian kepala pemerintahan, pemerintahan baru tersebut sudah memiliki kewajiban terhadap negara pemberi pinjaman. Didalam penulisan ini penulis ingin melihat utang pemerintah Indonesia dari tahun 1990-2005, khususnya utang luar negeri pemerintah Indonesia.
            Oleh sebab itu, kami ingin mengangkat masalah mengenai ” Utang Pemerintah Indonesia ”.



1.2.  Perumusan Masalah
            Utang pemerintah Indonesia sangat perlu diketahui mengingat sejak lahir kita semua sudah memiliki kewajiban utang kepada negara-negara pemberi pinjaman karena kita merupakan warga negara Indonesia. Oleh karena itu, yang menjadi perumusan masalah adalah Bagaimanakah Utang Pemerintah Indonesia ?

1.3.  Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan ini adalah : Untuk mengetahui utang pemerintah Indonesia.

BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN

2.1. Landasan Teoritis
2.1.1. Pengertian Utang
            Utang merupakan satu kewajiban yang harus dibayar dikemudian hari yang timbul akibat transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan dimana para pemberi pinjaman menyerahkan sesuatu yang berharga pada suatu waktu terrentu dalam pertukaran dengan suatu perjanjian para penerima pinjaman harus membayarnya dikemudian hari, ( Lester V. Chandler, 1962 : 40 ).
2.1.2. Jenis Utang
            Ada banyak jenis-jenis utang, dalam penulisan ini hanya empat yang kami sebut. Menurut Lester V. Chandler ( 1962 : 43 ), utang terbagi dalam berbagai jenis yaitu :
a. Utang berdasarkan sifat si pemberi pinjaman terbagi atas ;
    - utang perseorangan
    - utang perusahaan
    - utang pemerintah.
b. Utang berdasarkan sifat si penerima pinjaman terbagi atas ;
    - utang yang diberikan olah perseorangan
    - utang yang diberikan oleh perusahaan
    - utang yang diberikan oleh pemerintah.
c. Utang berdasarkan untuk tujuan apa utang itu diciptakan ;
    - utang konsumsi
    - utang produksi.

d. Utang berdasarkan lamanya waktu peminjaman ;
    - utang jangka panjang ( 1-5 tahun )
    - utang jangka pendek ( kurang dari 1 tahun )
    - utang yang dapat segera dibayar.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Utang Pemerintah Indonesia Dari Tahun 1990-2005
            Indonesia merupakan negara sedang berkembang. Sebelum terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintahan saat itu, yang menempatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai target prioritas pembangunan perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak akhir tahun 1970-an selalu positif, serta tingkat pendapatan per kapita yang relatif rendah, menyebabkan target pertumbuhan ekonomi yang relatif tersebut tidak cukup dibiayai dengan modal sendiri, tetapi harus ditunjang dengan menggunakan bantuan modal asing.
            Modal asing ini merupakan pinjaman / utang pemerintah terhadap negara pemberi pinjaman. Pinjaman pemerintah tersebut diterima dalam bentuk hibah serta soft loan dari negara-negara sahabat dan lembaga-lembaga pinjaman lainnnya, baik secara bilateral maupun multilateral. Selanjutnya seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian Indonesia, pinjaman yang bersyarat lunak semakin terbatas diberikan, sehingga untuk keperluan-keperluan tertentu dan dalam jumlah yang terbatas, pemerintah mulai menggunakan pinjaman komersial dan obligasi dari kreditur swasta internasional.
            Karena semakin pesatnya pembangunan dan terbatasnya kemampuan pemerintah untuk secara terus-menerus menjadi penggerak utama pembangunan nasional, maka pemerintah Indonesia mengambil suatu kebijakan agar pembangunan perekonomian Indonesia tetap berjalan dengan lancar demi kepentingan rakyat Indonesia agar adil dan sejahtera yaitu dengan cara melakukan kebijakan pinjaman luar negeri.
            Adapun utang pemerintah Indonesia dari tahun 1990-2005 dapat dilihat dari pinjaman pemerintah sebagai berikut :

TABEL III-1
UTANG PEMERINTAH INDONESIA, 1990-2005
( Dalam Milyar Rupiah )
Tahun
Pinjaman Program
(realisasi)
Pinjaman Proyek
(realisasi)
Total Utang
1990
            83,815
         13,465
        97,280
1991
            99,751
         13,855
      133,606
1992
          110,979
         85,896
      196,875
1993
          107,525
       105,814
      213,339
1994
            98,378
       107,525
      205,903
1995
            90,088
         98,378
      188,466
1996
          119,001
         90,088
      209,089
1997
          143,856
       119,001
      262,857
1998
          511,067
       249,257
      760,324
1999
          249,257
         26,181
      275,438
2001
              6,416
         19,736
        26,152
2002
              9,346
         19,964
        29,310
2003
            10,350
         18,900
        29,250
2004
              3,140,80
         18,604,8
        21,745,6
2005
              7,905
         20,130,8
        28,035,8

         Sumber : Data Koalisi Anti Utang (DEPKEU)


Dari tabel III-1 dapat dilihat bahwa selama kurun waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 1997 total utang pemerintah Indonesia masih stabil atau tidak terlalu besar perbedaan antara jumlah utang pemerintah pada saat tahun tersebut. Tetapi  pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi di Indonesia, utang pemerintah Indonesia meningkat drastis menjadi Rp. 760.324 milyar, jadi pemerintah dengan segala kebijakannya memutuskan untuk melakukan pinjaman luar negeri guna menyelamatkan perekonomian nasional yang terancam kebangkrutan akibat dari semakin melemahnya mata uang rupiah terhadap dollar. Adapun pinjaman pemerintah yang begitu banyak pada tahun 1998 digunakan untuk menutup defisit anggaran yang besar akibat terjadinya krisis ekonomi.
            Setelah tahun1998, pinjaman pemerintah mulai menurun dari tahun 1999 sampai dengan 2005 demi mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap negara pemberi pinjaman.

3.2. Dampak Utang Pemerintah Terhadap Pembangunan Nasional
            Dalam jangka panjang, utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan ekonomi pada banyak negara penerima pinjaman. Di samping beban ekonomi yang harus diterima rakyat pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara penerima pinjaman akibat ketergantungannya denag bantuan asing.
            Sejak krisis moneter yang terjadi pada awal tahun 1980-an, negara-negara berkembang seperti Indonesia semakin terjerumus dalam krisis utang luar negeri, walaupun ada kecenderungan bahwa telah terjadi perbaikan atau kemajuan perekonomian di negara-negara tersebut. Peningkatan pendapatan per kapita atau laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi di negara-negara berkembang belum berarti bahwa pada negara-negara tersebut dikategorikan kedalam negara yang maju, dalam arti struktur ekonominya telah berubah menjadi struktur ekonomi industri dan perdagangan luar negerinya sudah mantap. Tetapi pada kenyataannya, besar-kecilnya jumlah utang pemerintah yang dimiliki oleh suatu negara yang sedang berkembang lebih disebabkan karena adanya defisit current account, kekurangan dana investasi, pembangunan  perekonomian yang tidak dapat ditutup dengan sumber-sumber dana didalam negeri, angka inflasi yang tinggi, dan ketidakefisienan struktural di dalam perekonomiannya.
            Sehingga meskipun secara teknis, pemerintahan suatu negara telah sempurna dalam upaya pengendalian utang luar negerinya, pencapaian tujuan pembangunan akan sia-sia, kecuali jika negara tersebut secara finansial benar-benar kuat, yaitu pendapatan nasionalnya mampu memikul beban langsung yang berupa pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri dan bunganya dalam bentuk uang kepada pemberi pinjaman di luar negeri, karena utang luar negeri selalu disertai dengan kebutuhan devisa untuk melakukan pembayaran kembali. Pembayaran cicilan utang beserta bunganya merupakan pengeluaran devisa yang utama bagi banyak negara-negara penerima pinjaman.
            Adapun pembayaran utang pemerintah Indonesia dari tahun  1990-2005 dapat  dilihat pada tabel berikut :
TABEL III-2
PEMBAYARAN UTANG PEMERINTAH INDONESIA, 1990-2005
( Dalam Milyar Rupiah )
Tahun
Pembayaran Utang
1990
10,011
1991
10,837
1992
11,942
1993
12,302
1994
12,780
1995
13,225
1996
17,428
1997
35,297
1998
44,984
1999
39,335
2000
47,776
2001
57,270
2002
55,120
2003
51,170
2004
48,556
2005
52,111
2006
91,613


Sumber : Data Koalisi Anti Utang (DEPKEU)

Pada tabel III-2 dapat dilihat bahwa pembayaran utang pemerintah dari tahun 1990 sampai dengan 1996 masih stabil, akan tetapi pada tahun 1997 sampai dengan 2005 pembayaran utang pemerintah terus meningkat karena pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo akibat terdepresinya nilai tukar rupiah secara tajam terhadap dolar Amerika, apalagi terjadinya krisis moneter di Indonesia pada awal tahun 1998. Sebenarnya pemerintah Indonesia sudah merencanakan untuk membayar sebagian besar jumlah utang luar negerinya lebih cepat dari waktu pembayaran yang sebenarnya. Tapi tampaknya komitmen pemerintah tidak berlangsung lama karena terjadinya krisis moneter di Asia Tenggara dan Timur pada pertengahan tahun 1997.
Pembayaran kembali utang luar negeri yang meningkat dalam jumlah besar ini dilakukan pemerintah tidak hanya memakai dana dari penerimaan dalam negeri saja, tetapi dengan segala pertimbangan pemerintah terpaksa juga menggunakan bantuan dana dari IMF. Jadi, utang luar negeri yang lama dibayar dengan utang luar negeri yang baru. Dengan kata lain, Indonesia telah terjerumus dalam krisis utang luar negeri, yaitu puncaknya pada tahun 1998 pada saat tejadinya krisis monetet di Indonesia.
            Akibat dari adanya bantuan IMF dalam jumlah yang sangat besar tersebut, menyebabkan pemerintah Indonesia harus menerima berbagai persyaratan dan resiko dalam pinjaman IMF ini. Sehingga pemerintah sangat terikat oleh IMF didalam menjalankan bidang perekonomian.
            Oleh sebab ini, pemerintah terus meningkatkan pembayaran utang luar negerinya terutama kepada IMF, agar tidak terikat lagi dengan IMF, yang sangat merugikan perekonomian Indonesia. Demi mewujudkan Indonesia yang mandiri, adil, dan sejahtera.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
            Perkembangan jumlah utang pemerintah dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai berbagai tanggung jawab bagi bangsa Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
            Dalam jangka pendek, utang luar negeri dapat memberikan kontribusi dalam pembiayaan pembangunan ekonomi nasional, sehingga dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat sebelum terjadinya krisis ekonomi.
            Dalam jangka panjang utang luar negeri akan berdampak akan ketergantungan terhadap utang tersebut yang akan menjadi beban bagi pemerintah karena utang tersebut harus dibayar beserta bunganya dan belum lagi persyaratan yang diberikan selama peminjaman yang sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia.

4.2. Saran
            Sebaiknya pemerintah Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri.

DAFTAR PUSTAKA

Kusfiardi. Koalisi Anti Utang. Data DEPKEU.
Atmadja, Adwin Surya. (2000). “Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia”. Jurnal Akuntansi
             Dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Akuntansi Universitas Kristen Petra, Vol.2. No.1.
Chandler, Lester V. (1962). Ekonomi Tentang Uang Dan Bank, Jilid ke I, Alih Bahasa : H.S
            . Hutagalung, Bhratara, Jakarta.


PENGERTIAN PENGANGGURAN DAN JENIS PENGANGGURAN

Tiap negara dapat memberikan definisi yang berbeda mengenai definisi pengangguran. Nanga (2005: 249) mendefinisikan pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif tidak sedang mencari pekerjaan. Dalam sensus penduduk 2001 mendefinisikan pengangguran sebagai orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (BPS, 2001: 8).
Menurut Sukirno (2004: 28) pengangguran adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian yang secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya. Selanjutnya International Labor Organization (ILO) memberikan definisi pengangguran yaitu:
1.      Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan.
2.      Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri) yang selama periode tertentu secara terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain atau masih bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan (BPS, 2001: 4).
Sedangkan menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) menyatakan bahwa:
1.      Setengah pengangguran terpaksa adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu yang masih mencari pekerjaan atau yang masih bersedia menerima pekerjaan lain.
2.      Setengah pengangguran sukarela adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu namun tidak mencari pekerjaan dan tidak bersedia menerima pekerjaan lain (BPS, 2000: 14).
Berdasarkan kepada faktor-faktor yang menimbulkannya, pengangguran dibedakan kepada tiga jenis, yaitu (Simanjuntak, 1998: 14):
1.      Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi akibat kesenjangan waktu, informasi, maupun kondisi geografis antara pencari kerja dan lowongan kerja.
2.      Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi karena pencari kerja tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang ada.
3.      Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim. Pengangguran berkaitan dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian.
Untuk mengelompokkan masing-masing pengangguran tersebut perlu diperhatikan dimensi-dimensi yang berkaitan dengan pengangguran itu sendiri, yaitu (Bakir, 1984: 35):
1.      Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi makanan).
2.      Waktu (banyak di antara mereka yang bekerja ingin bekerja lebih lama).
3.      Produktivitas (kurangnya produktivitas seringkali disebabkan oleh kurangnya sumber daya komplementer untuk melakukan pekerjaan).
Berdasarkan dimensi di atas pengangguran dapat dibedakan atas (BPS, 2000: 8) yaitu:
1.      Pengangguran terbuka, baik terbuka maupun terpaksa. Secara sukarela, mereka tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik. Sedangkan pengangguran terpaksa, mereka mau bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan.
2.      Setengah pengangguran (under unemployment) yaitu mereka yang bekerja di mana waktu yang mereka pergunakan kurang dari yang biasa mereka kerjakan.
3.      Tampaknya mereka bekerja, tetapi tidak bekerja secara penuh. Mereka tidak digolongkan sebagai pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah:
-    Pengangguran tak kentara (disguised unemployment).
-    Pengangguran tersembunyi (hidden unemployment).
-    Pensiunan awal.
Daftar Pustaka


Badan Pusat Statistik. (2000). Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2000.   Buku I. Jakarta: BPS.
Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Nanga, Muana. (2005). Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada.

Bakir, Zainab dan  Manning,Cris. (1984). Angkatan Kerja Indonesia. Jakarta: Rajawali.
 
© Bosan Kuliah All Rights Reserved