Setiap orang menginginkan kebahagiaan, dan orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam mendidik/ membimbing anak. Karena guru pertama bagi anak-anak adalah orang tuanya, terutama ibunya. Apa yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya semata-mata berdasarkan, tanggung jawab untuk membina hari depan yang baik untuk anak-anaknya, sebagaimana dikemukakan oleh Zakiah Deradjat sebagai berikut :
Pembinaan pribadi anak itu lebih banyak didapatkan melalui pengalaman waktu kecil. Baik melalui penglihatan, pendengaran atau perlakuan yang diterimanya kalau orang tuanya percaya kepada Tuhan, tekun beribadah, jujur, sabar dan mempunyai sifat-sifat terpuji yang diberikan kepada anak-anaknya itu, maka anak-anak akan mengecap pribadi orang tuanya yang baik itu, lalu bertumbuh seperti yang diinginkan oleh orang tuanya.1
Berdasarkan kutipan diatas jelaslah bahwa pengalaman anak diwaktu kecil sangat menentukan hari depan mereka, jika sejak kecil anak-anak sudah diajarkan kebiasaan-kebiasaan melakukan sesuatu pekerjaan yang baik, sangat membantu kemajuan pendidikannya di sekolah. Seorang anak yang lahir ke dunia ini adalah dalam keadaan yang lemah tanpa mempunyai daya dan upaya.
Seorang anak dilahirkan ibu tidak mengetahui apapun dari persoalan hidup dan kehidupan ini, karena itu perlu pemeliharaan, bimbingan pengajaran dan pendidikan, terutama dari orang tua dengan penuh kasih sayang dan kecintaan
pendidikan, terutama dari orang tua dengan penuh kasih sayang dan kecintaan yang benar, dengan demikian tujuan pemeliharaan anak terlaksana menurut semestinya.
Setiap orang tua mengkehendaki setiap anaknya dapat menampilkan kemampuan dan kepandaian yang diinginkan, proses pengarahan perilaku yang alamiah ini dilakukan secara terus menerus yang akhirnya menentukan orientasi mental pada anak. Mengapa peran orang tua tersebut dikatakan sebagai pengarahan perilaku yang alamiah, hal itu dapat ditelaah berdasarkan tahap perkembangan manusia pada masa kanak-kanak dimulai sejak 0 (nol) tahun seorang anak telah melakukan proses interaksi dengan lingkungan dan individu di luar dirinya.
Menurut John Bowlby dan Konrad Lorenz, pada periode sensitif ini pola kecerdasan yang dikembangkan si bayi adalah proses tanggap tiru (imprinting) terhadap perilaku orang tua. Bagi si bayi hal ini digunakan untuk membentuk pertalian (kelekatan) dengan orang tua.
Keadaan berkembang inilah yang harus disikapi dengan cermat oleh para orang tua, mengingat di sana terdapat potensi intrinsik (sekumpulan keadaan kejiwaan dan mental yang masih dini) sebagai landasan suatu kecerdasan (raw material) yang harus difasilitasi dan dijaga jangan sampai terkerdilkan oleh imbas lingkungan eksternal si anak. Hal ini sangat diperlukan peranan orang tua dan keluarga terdekat, sebagaimana yang sering terjadi dimana potensi kecerdasan anak dikerdilkan lantaran orang tua terlebih dahulu mensyaratkan penyaringan atau pemilahan informasi serta determinasi respon maupun pola tindak yang mungkin keluar dalam wujud tingkah laku. Biasanya pengkerdilan ini dilakukan orang tua, keluarga dan tidak menutup kemungkinan oleh masyarakat (lingkungan diluar keluarga), dengan pendekatan yang otoriter melalui pemahaman paradigma bahwa seorang anak musti tumbuh sebagaimana yang diinginkan oleh orang tua mereka. Hal ini menyebabkan sang anak nantinya sangat tergantung kepada proses identifikasi domestik selama dalam asuhan, tanpa memperlihatkan identitas alternatif yang lahir dalam diri si anak secara alamiah. 2
Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika nantinya proses perkembangan seorang anak mengarah kepada beberapa kemungkinan. Seorang anak akan tumbuh menjadi pendiam dan tidak kreatif, keadaan anak yang demikian sering dianggap baik dan penurut kepada orang tua, namun terkendala dalam kehidupan sosialnya.
Kemungkinan yang lain, anak akan tumbuh berkembang dengan jiwa atau naluri yang memberontak, mereka dianggap anak yang nakal, tidak penurut, anti kemapanan dan urakan, tapi cenderung memiliki kemampuan sosial yang tinggi, kreatif dalam mengekspresikan diri dan senang bereksperimen dengan nilai dan identitas baru. Bagi mereka asal bukan nilai dan identitas permanen yang ada dalam keluarga, kesanalah kecenderungan pilihannya.
Suasana orang tua dalam membimbing dan mempengaruhi itu dirasakan oleh bayi. Sebagaimana pendapat yang dinyatakan oleh Jamaluddin S:
”apakah orang tua yang membimbing itu bersuasana hati dingin, cemas dan bekerja asal ada saja atau hanya mengasuh dengan lemah lembut, atau gembira, dengan penuh kasih sayang”.3
Dari kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, betapa pentingnya usaha orang tua dalam mendidik/ membimbing anak untuk memperoleh kedewasaan yang optimal dan perlu memiliki ilmu dan seni dalam mendidik anak serta suasana yang menguntungkan. Dalam buku pendidikan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Menengah Kejuruan dinyatakan ”betapa canggungnya tugas pendidikan itu dilaksanakan apabila ia sama sekali tidak memiliki dasar-dasar ilmu mendidik”.4
Berdasarkan kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang tua harus mengetahui/ mempelajari ilmu mendidik untuk dapat membimbing anak-anak dalam proses belajar secara sempurna. Semua gerak gerik, tutur kata dan akhlak orang tua langsung mempengaruhi jiwa dan tabiat anak-anak, yang terbentuk dari tingkah laku orang tuanya. Oleh karena itu peranan orang tua terhadap pendidikan anak sangat dibutuhkan.
Dupus
1 Zakiah Deradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, Jakarta, 1975, hal. 45
2 John Bowlby dan Konrad Lorenz
3 Jamaluddin S, Pembagian Phase-Phase Dan Peoblema Anak Pra Sekolah, Majalah Sinar Darussalam, 1974, hal. 35.
4 Depdikbud RI, Pembangunan Pendidikan, Dirjen Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta, 1980, hal.72